Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Nur
PNS Kementerian Keuangan

PNS Kementerian Keuangan

Melawan Gerakan Stop Bayar Pajak

Kompas.com - 06/03/2023, 09:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KASUS seorang anak pejabat Ditjen Pajak dan seorang pejabat tinggi di Ditjen Bea Cukai telah mencederai kepercayaan masyarakat kepada Kementerian Keuangan.

Sebagian masyarakat menjadi skeptis bahwa penerimaan negara telah disalahgunakan oleh sebagian kalangan di Kementerian Keuangan untuk bergaya hidup hedonis.

Mungkin ada benarnya, tapi kita juga perlu melihat konteksnya terlebih dahulu.

Kementerian Keuangan dan KPK bergerak cepat dengan mendalami laporan-laporan masyarakat dan data-data di LHKPN para oknum pejabat tersebut. Mereka telah dicopot dari jabatannya (kemenkeu.go.id, 1/3/2023).

Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan yang telah digaungkan sejak era awal 2000-an rupanya belum membekas secara utuh kepada para pegawainya.

Kita tidak bisa menyalahkan institusinya, karena pembenahan di internal Kementerian Keuangan telah dilakukan pada semua sisi.

Nilai-nilai Kementerian Keuangan berupa Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan seharusnya selalu menjadi acuan bagi para pegawainya untuk “bertingkah laku” tidak hanya di kantor, namun juga dalam kehidupannya sehari-hari.

Maka, pamer kemewahan tentu tidak cocok dengan nilai-nilai yang dianut itu.

Berikutnya muncul semacam gerakan perlawanan dari sekelompok masyarakat berupa gerakan atau wacana stop bayar pajak. Hal ini tentu dapat menimbulkan disinformasi.

Penting bagi kita untuk fokus pada konteks kasusnya dan oknumnya. Jikapun di suatu organisasi masih terdapat kekurangan, maka perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki.

Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan adalah wujud nyata gerakan itu. Jika melihat sejarahnya sebelum reformasi birokrasi, mungkin akan jauh lebih parah daripada keadaan saat ini.

Pada konteks kasus dan reaksi berbentuk gerakan stop bayar pajak, ada baiknya kita memahami bahwa sejatinya setiap rupiah penerimaan negara (atau pajak yang dibayarkan masyarakat) akan langsung masuk ke rekening kas negara dan tidak dengan mudahnya untuk diselewengkan.

Saat ini pun, sistem penerimaan negara Indonesia sudah relatif canggih, dengan tujuan utamanya untuk mengurangi potensi fraud.

Selanjutnya kita juga perlu menyadari bahwa hasil-hasil pembangunan dari APBN yang salah satu sumber utamanya adalah penerimaan pajak sebetulnya sudah kita nikmati setiap hari.

Jalan raya, waduk dan irigasi untuk pertanian dan perkebunan, gedung-gedung dan fasilitas umum, gaji ASN, dana BOS, Dana Desa, subsidi dan BLT, beasiswa untuk masyarakat kurang mampu, dan lain sebagainya adalah contoh-contoh sederhana bagaimana hal-hal di sekitar kita yang mungkin tidak sadari adalah hasil dari pajak.

Kesalahpahaman lain yang perlu diluruskan adalah bahwa pajak diibaratkan sebagai pembayaran oleh orang miskin untuk dinikmati oleh orang kaya. Informasi yang salah kaprah.

Walaupun wajib pajak (orang pribadi dan badan) memang harus membayar pajak, namun besarannya tentu tidak sama.

Pajak yang dibayarkan tentu dihitung secara proporsional dan sebagian justru menggunakan skema pajak progresif. Artinya, yang memiliki penghasilan lebih besar diharapkan memiliki kontribusi lebih banyak.

Ibarat subsidi silang, maka penerimaan pajak itu juga akan digunakan untuk program-program penanganan kemiskinan dan perlindungan sosial.

Justru masyarakat yang miskin sebenarnya tidak “membayar pajak”, karena dalam struktur perhitungan pajak ada unsur pengurangan, salah satunya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Nilai PTKP saat ini adalah Rp 54 juta per tahun, atau jika dibagi 12 bulan maka orang dengan penghasilan kurang dari Rp 4,5 juta tidak membayar pajak penghasilan (PPh). Jumlah PTKP juga akan bertambah jika orang tersebut mempunyai tanggungan.

Masih ada pula beberapa mekanisme pembebasan pajak lain, seperti bagi pelaku usaha kecil, barang-barang kebutuhan pokok, pelayanan di sektor pendidikan dan kesehatan, dan sebagainya.

Gerakan stop bayar pajak ini perlu dilawan. Penerimaan pajak yang sudah tercapai lebih dari 100 persen 2 tahun terakhir merupakan berita yang menggembirakan, karena di situasi pandemi justru penerimaan pajak semakin meningkat.

Artinya, pemulihan ekonomi nasional dan penanggulangan pandemi telah berjalan dengan baik.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 di angka 5,31 persen (bps.go.id). Untuk kawasan ASEAN, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di urutan keempat di bawah Malaysia (8,7 persen), Vietnam (8,02 persen), dan Filipina (7,6 persen) (Kompas.com, 16/2/2023).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik itu tentu masih berkaitan dengan penerimaan pajak yang tumbuh positif sebesar lebih dari 41 persen dibanding tahun 2021.

Penerimaan pajak yang tumbuh positif juga memberikan dampak pada pemulihan ekonomi nasional. Salah satu indikator yang dapat dilihat adalah meningkatnya penerimaan negara.

Pajak dapat digunakan oleh pembuat kebijakan sebagai upaya untuk menarik bisnis dan pertumbuhan ekonomi (Wasylenko, 1997).

Sistem perpajakan juga memiliki pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi (Myles, 2000).

Sedangkan Johansson, et al. (2008) menyatakan bahwa sistem perpajakan dapat digunakan untuk membentuk kesetaraan serta mengatasi masalah sosial dan ekonomi.

Maka kita perlu tetap sadar dan bijak pada konteks ini. Jangan hanya karena ulah satu oknum, lalu kemudian “rumahnya” harus dihancurkan.

Tentunya lebih banyak porsi pegawai yang memegang teguh Nilai-nilai Kementerian Keuangan dibandingkan yang mencederainya.

Masih banyak orang-orang berintegritas di dalam institusi, Kementerian Keuangan dan organisasi pemerintahan lain, yang tetap bekerja dengan jujur, penuh tanggung jawab, hidup sederhana, dan bahkan mengabdikan sebagian waktu dan hasil jerih payahnya untuk memberdayakan masyarakat di sekitarnya dari hasil gaji yang ia peroleh dari kantornya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com