JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mencatat, ada 39 pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang merangkap jabatan sebagai komisaris, utamanya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya,
Tim Advokasi dan Kampanye Seknas Fitra Gulfino Guevarrato mengatakan, pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan tersebut berasal dari eselon I dan II, mulai dari wakil menteri keuangan, direktur jenderal, hingga kepala biro.
"Dari pantauan Seknas Fitra, setidaknya 39 pegawai Kemenkeu dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN," ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Soal Bansos Jelang Ramadhan, Kemenkeu Sebut Bakal Disalurkan Bulan Ini
Ia menilai, dengan adanya fokus kinerja yang bercabang akibat rangkap jabatan, dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja aparatur Kemenkeu baik di lembaga atau di perusahaan pelat merah.
Menurut Seknas Fitra, Kemenkeu memiliki fungsi yang sangat penting bagi pengelolaan keuangan negara. Mulai dari mengelola pendapatan negara termasuk pajak, merumuskan kebijakan fiskal, serta mengelola aset negara dan banyak lainnya sehingga diperlukan fokus dalam pengerjaannya.
"Dalam menjalankan fungsinya, Kemenkeu harus diisi oleh orang-orang yang profesional dan berkompeten pada bidangnya. Dengan tugas yang berat dan penting, maka diperlukan fokus kinerja yang baik," jelas Gulfino.
Baca juga: Subsidi Motor Listrik Rp 7 Juta, Kemenkeu Pastikan Anggarannya akan Tersedia
Selain itu, rangkap jabatan turut berindikasi rangkap penghasilan karena yang bersangkutan masih dalam status aktif menjabat secara stuktural.
Seknas Fitra menemukan, penghasilan yang didapat sebagai komisaris BUMN sangat fantastis ketimbang gaji sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Contohnya, pada jabatan setingkat dirjen, total gaji dan tunjangan yang diterima berkisar Rp 90,5 juta-Rp 123,3 juta per bulan, berbanding jauh dari yang didapat sebagai komisaris BUMN yakni paling rendah Rp 113,3 juta per bulan dan tertinggi mencapai Rp 2,8 miliar per bulan.
Adapun penghasilan yang didapat sebagai komisaris BUMN itu mencakup honor, tunjangan, asuransi, tatiem atau keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada komisaris, hingga fasilitas lainnya.
Baca juga: Kemenkeu Enggan Dikaitkan dengan Potensi Penundaan Pemilu 2024
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.