NEW YORK, KOMPAS.com – Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pada perdagangan Selasa (7/3/2023) waktu setempat atau Rabu pagi waktu Indonesia (WIB). Pergerakan harga minyak dunia dibayangi oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Mengutip CNBC, harga minyak mentah Brent berjangka merosot 2,89 dollar AS atau 3,4 persen, menjadi 83,29 dollar AS per barrel, sementara West Texas Intermediate AS turun 2,88 dollar AS, atau 3,6 persen, dan ditutup pada level 77,58 dollar AS per barrel.
Penurunan harga minyak dunia merespons komentar dari Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell yang memicu kekhawatiran kenaikan suku bunga, penguatan dollar, dan data yang lemah dari importir minyak mentah utama, China.
Baca juga: Letak Geografis Sebabkan Harga BBM RI Variatif, Beda dari Malaysia-Singapura
Powell mengatakan kepada Kongres hari Selasa, bahwa Fed kemungkinan perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang diharapkan mengingat data ekonomi yang kuat baru-baru ini. Pernyataan tersebut mendorong sebagian besar komoditas dan pasar keuangan lebih rendah.
"Komentar itu menggoyahkan pasar, yang telah mengambil sentimen risk-off," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di NYC.
Pernyataan tersebut juga mendorong nilai tukar dollar AS, yang melonjak lebih dari 1 persen ke level tertinggi selama tiga bulan. Hal itu juga membebani harga minyak yang berdenominasi dollar AS, sehingga membuatnya lebih mahal bagi pembeli yang membayar dengan mata uang lain.
“Persentase yang naik, sungguh luar biasa,” tambah Kilduff.
Tekanan pada harga minyak juga muncul dari kontraksi ekspor dan impor China pada Januari dan Februari. Ini termasuk impor minyak mentah, meskipun pembatasan Covid-19 dicabut.
Baca juga: Pertamina Cabut Status Darurat Kebakaran Depo Plumpang, Pastikan Pasokan BBM Aman
“Mengingat tingginya inflasi di AS dan Eropa, permintaan dari duna negara itu diperkirakan akan terus melemah, juga mengurangi permintaan pemrosesan di China,” kata Iris Pang, kepala ekonom ING untuk China Raya.
Di sisi lain, harga juga didukung oleh perkiraan pasokan yang lebih ketat dan permintaan yang lebih tinggi. Sementara itu, Administrasi Informasi Energi (EIA) AS dalam Prospek Energi Jangka Pendeknya menyebut, produksi dan permintaan minyak mentah AS akan meningkat pada tahun 2023 karena tumbuhnya mobilitas di China.
"Tidak banyak kapasitas yang tersedia, membuat pasar global rentan terhadap gangguan pasokan yang tidak terduga,” kata Kepala Eksekutif Chevron Mike Wirth mengatakan pada konferensi di Houston.
"Kunci yang tidak diketahui untuk tahun 2023 adalah gangguan terhadap ekspor minyak dan produk olahan Rusia," tambah analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar.
Baca juga: Depo Plumpang Terbakar, Dirut Pertamina Tegaskan Stok BBM di Jakarta Aman
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.