Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Sistem Persawahan Kurang Prospektif di Kalimantan

Kompas.com - 08/03/2023, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Untuk PLG di Kalteng pada 1996, dari luas 1.457.100 hektar ada sekitar 48.000 hektar areal yang telah dibuka untuk persawahan. Itu pun oleh pemerintahan era BJ Habibie dinyatakan gagal total dan tidak akan dilanjutkan kembali.

Tiga tahun setelah dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Joko Widodo(2020), proyek lumbung pangan atau food estate di Kalteng terus menuai polemik karena dinilai belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Klaim keberhasilan food estate dalam meningkatkan produktivitas pangan oleh Menteri Pertanian dan Gubernur Kalimantan Tengah, berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Menurut Prof Dwi Andreas Santosa dari IPB University, dari sisi ekonomi lahan sawah dinilai produktif apabila mampu memenuhi produksi gabah minimal 4 ton per hektar untuk jenis tanaman padi.

Sementara dari hasil produksi padi di areal food estate Kalteng maksimal baru mencapai 3 ton per hektar. Dwi Andreas menambahkan bahwa terdapat empat pilar yang harus dipenuhi untuk mendukung keberhasilan program food estate atau lumbung pangan seperti di Kalteng.

Pertama, kesesuain dan kelayakan tanah serta agroklimatologi. Kalau lahannya masam seperti di Kalteng perlu diberikan tambahan pengapuran dan tambahan bahan organik.

Kedua, kesesuaian infrastruktur untuk menunjang kebutuhan usaha tani. Tidak sebatas irigasi tetapi usaha tani, transportasi hasil dan input.

Ketiga, kelayakan budidaya dan teknologi. Teknologi pendampingnya seperti pemupukan dan pengendalian hama.

Baca juga: Periset BRIN: Memilih Kalteng untuk Food Estate adalah Pilihan Tepat

Keempat, kelayakan sosial-ekonomi. Tingkat minat sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola lahan baru juga harus dipertimbangkan.

Kalau salah satu dari empat pilar ini tidak dipenuhi maka program food estate atau lumbung pangan ini akan terancam gagal.

Alternatif Penyangga Pangan

Sebenarnya untuk menyuplai kebutuhan pangan khususnya beras bagi penduduk Kalimantan, termasuk tambahan jumlah penduduk nantinya dengan adanya migrasi dari luar Kalimantan akibat pembangunan dan pindahnya ibu kota negara dari Jakarta ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur tidak mungkin akan dipenuhi hanya dengan mengandalkan hasil dari luas baku sawah yang ada di Kalimantan meskipun telah ditopang oleh produksi padi dari food estate Kalteng sekalipun.

Kebutuhan pangan untuk Kalimantan Timur (termasuk Kalimantan Utara) khususnya beras banyak ditopang dari hasil padi dari pulau tetangga terdekat yakni Sulawesi, khususnya Provinsi Sulawesi Selatan yang memang terkenal sebagai lumbung pangan di  Sulawesi.

Bila memaksakan diri kebutuhan beras harus dipenuhi dari Kalimantan sendiri, alternatif yang dapat ditempuh adalah mengembangkan Hutan Cadangan Pangan (HCP). Caranya dengan  teknik budidaya tanaman padi yang tidak mengandalkan luas baku sawah, tetapi mengembangkan budidaya padi lahan kering dengan mengandalkan ekstensifikasi lahan kawasan hutan yang memang sangat luas di Kalimantan dengan sistem tumpangsari.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014 telah mencanangkan program/kegiatan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektar. Potensinya sangat besar, dari target luas perhutanan sosial 12,7 juta ha, 50 persennya saja (kurang lebih 6 juta ha) ditanami padi lahan kering dengan sistem tumpangsari akan menghasilkan padi 18 juta ton brutto (asumsi 1 ha menghasilkan 3 ton padi) setiap kali panen. Potensi luar biasa yang belum terpikirkan oleh Kementerian Pertanian.

IPB University meluncurkan varietas padi terbaru, yaitu padi 9G IPB. Ini temuan baru IPB atas padi unggul berupa padi gogo atau padi lahan kering. Varietas padi IPB 9G memiliki potensi hasil pada lahan darat mencapai 9,09 ton per hektare dengan produktivitas rata-rata 6,09 ton per hektare.

Dengan varietas baru dari IPB ini, hasil bruto padi lahan kering dari lahan perhutanan sosial dapat mencapai 36 juta ton. Masalahnya adalah lahan yang disiapkan untuk kegiatan perhutanan sosial tidak semuanya layak untuk tanaman padi lahan kering.

Untuk lahan hutan yang digunakan perhutanan sosial di Jawa dan sebagian Sumatera barangkali bisa. Namun tidak bagi lahan di Kalimantan dan sebagian Sumatera karena lahan hutannya adalah lahan gambut.

Karena itu KLHK bersama sama Kementerian Pertanian sebaiknya melakukan pemetaan untuk memilah-milah kelayakan lahan hutan yang ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com