Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Sistem Persawahan Kurang Prospektif di Kalimantan

Kompas.com - 08/03/2023, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TULISAN Dr Ir Muhrizal Sarwani MSc, Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian berjudul “Sawah Kita yang Terus Menyusut” di rubrik kolom Kompas.com, Jumat (3/3/2023), punya  beberapa kalimat di bagian akhir tulisan yang perlu dikomentari dan diberikan tanggapan serius.

Muhrizal menulis, "... Pas aji mumpung, membangun Ibu Kota Negara (IKN) kenapa tidak sekalian melakukan penyiapan lahan pangan sebagai penopang IKN di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Jutaan ha lahan di Kalimantan banyak tersedia, sekaligus bawa masyarakat yang biasa bertani ke lahan-lahan pangan tersebut. Di satu sisi mendistribusi sekaligus menambah penduduk di Kalimantan, di sisi lain mengurangi fragmentasi lahan sawah kita di Jawa."

Sepintas ide dan usul Muhrizal Sarwani ini bagus.  Namun bagi orang yang pernah tinggal dan bermukim di Kalimantan ide dan usul tersebut perlu dikaji lebih jauh.

Kenapa? Agroklimatologi Kalimantan kurang mendukung dikembangkannya secara besar-besaran budidaya tanaman padi dengan sistem persawahan. Lahan yang didominasi jenis tanah podsolik merah kuning pada umumnya miskin hara dan mengandung asam yang tinggi.

Baca juga: Mentan SYL Akui Cukup Puas dengan Progres Penanaman Padi di 2 Food Estate di Kalteng

Selain itu, lahan di Kalimantan didominasi rawa gambut,  dari yang ketebalnnya tipis sampai kedalaman di atas 3 meter. Indonesia dengan luasan gambut tropis seluas 13,43 juta hektar menjadi negara dengan kepemilikian luasan gambut tropis terluas di dunia.

Lahan gambut di Indonesia tersebar di tiga pulau besar yaitu Sumatera dengan luas gambut 5,8 juta hektar, Kalimantan dengan 4,5 juta hektar, dan Papua dengan luas 3 juta hektar.

Pengalaman buruk tentang pembukaan lahan sawah secara besar-besaran di Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah oleh pemerintahan Orde Baru tahun 1995 yang membangun Proyek Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektare menjadi hal berharga yang mungkin tak akan diulang kembali.

Tujuan semula membangun PLG baik yakni mendukung swasembada pangan khususnya beras. Namun karena salah kelola, proyek itu gagal total. Lahan gambut terbukti tidak cocok untuk tanaman padi.

Sebagian besar keluarga transmigran yang dulu ditempatkan di kawasan tersebut meninggalkannya. Dampaknya luar biasa. Fungsi spon ekosistem hutan gambut yang mampu menyimpan air pada musim hujan, dan tetap basah pada musim kemarau sehingga jarang terjadi kebakaran, telah hilang.

Kebakaran, yang memproduksi asap, umumnya berasal dari lahan gambut semacam ini. Saya sebagai rimbawan yang pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Kalimantan Tengah (Palangkaraya) tahun 1999-2004 dan kebetulan dipercaya oleh pemerintah sebagai pimpinan proyek rehabilitasi lahan gambut tahun 2000 di Kabupaten Kuala Kapuas eks PLG di Kalimantan Tengah (Kalteng), menyaksikan sendiri betapa porak porandanya ekosistem hutan gambut yang dialihfungsikan menjadi lahan persawahan tersebut.

Meski proyek rehabilitasi lahan gambut sifatnya hanya model (percontohan) plot revegetasi tanaman dengan jenis-jenis lokal, faktanya di lapangan rehabilitasi yang diartikan sebagai revegetasi adalah cara yang paling sulit memulihkan gambut.

Rekomendasi IPB pada 1999 menanam gelam (Melaleuca leucadendron). Gagal. Pembibitan anakan maupun biji ternyata sulit. Faktor hidrologi yang ekstrem membuat air melimpah dan menggenang pada musim hujan sehingga vegetasi terendam dan mati. Pada musim kemarau praktis tidak ada air. Semak belukar yang tersisa menjadi mudah terbakar.

Profesor Hariadi Kartodihardjo, guru besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University dalam tulisannya di harian Kompas, 17 Februari 2023 menyodorkan data yang menguatkan potensi lahan di Kalimantan yang kurang sesuai untuk budidaya sawah.

Di Ketapang, Kalimantan Barat tahun 2013, dari potensi lahan 886.959 hektar, pemerintah kabupaten sanggup mengusahakan 100.000 hektar. Setelah dua tahun berjalan, lumbung pangan yang dapat diolah hanya tinggal 104 hektar. Sementara di Bulungan Kalimantan Timur, pada 2011, dari lumbung pangan seluas 298.221 hektar, lahan yang menjadi sawah hanya 1.024 hektar dan yang menghasilkan hanya 5 hektar.

Untuk PLG di Kalteng pada 1996, dari luas 1.457.100 hektar ada sekitar 48.000 hektar areal yang telah dibuka untuk persawahan. Itu pun oleh pemerintahan era BJ Habibie dinyatakan gagal total dan tidak akan dilanjutkan kembali.

Tiga tahun setelah dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Joko Widodo(2020), proyek lumbung pangan atau food estate di Kalteng terus menuai polemik karena dinilai belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Klaim keberhasilan food estate dalam meningkatkan produktivitas pangan oleh Menteri Pertanian dan Gubernur Kalimantan Tengah, berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Menurut Prof Dwi Andreas Santosa dari IPB University, dari sisi ekonomi lahan sawah dinilai produktif apabila mampu memenuhi produksi gabah minimal 4 ton per hektar untuk jenis tanaman padi.

Sementara dari hasil produksi padi di areal food estate Kalteng maksimal baru mencapai 3 ton per hektar. Dwi Andreas menambahkan bahwa terdapat empat pilar yang harus dipenuhi untuk mendukung keberhasilan program food estate atau lumbung pangan seperti di Kalteng.

Pertama, kesesuain dan kelayakan tanah serta agroklimatologi. Kalau lahannya masam seperti di Kalteng perlu diberikan tambahan pengapuran dan tambahan bahan organik.

Kedua, kesesuaian infrastruktur untuk menunjang kebutuhan usaha tani. Tidak sebatas irigasi tetapi usaha tani, transportasi hasil dan input.

Ketiga, kelayakan budidaya dan teknologi. Teknologi pendampingnya seperti pemupukan dan pengendalian hama.

Baca juga: Periset BRIN: Memilih Kalteng untuk Food Estate adalah Pilihan Tepat

Keempat, kelayakan sosial-ekonomi. Tingkat minat sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola lahan baru juga harus dipertimbangkan.

Kalau salah satu dari empat pilar ini tidak dipenuhi maka program food estate atau lumbung pangan ini akan terancam gagal.

Alternatif Penyangga Pangan

Sebenarnya untuk menyuplai kebutuhan pangan khususnya beras bagi penduduk Kalimantan, termasuk tambahan jumlah penduduk nantinya dengan adanya migrasi dari luar Kalimantan akibat pembangunan dan pindahnya ibu kota negara dari Jakarta ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur tidak mungkin akan dipenuhi hanya dengan mengandalkan hasil dari luas baku sawah yang ada di Kalimantan meskipun telah ditopang oleh produksi padi dari food estate Kalteng sekalipun.

Kebutuhan pangan untuk Kalimantan Timur (termasuk Kalimantan Utara) khususnya beras banyak ditopang dari hasil padi dari pulau tetangga terdekat yakni Sulawesi, khususnya Provinsi Sulawesi Selatan yang memang terkenal sebagai lumbung pangan di  Sulawesi.

Bila memaksakan diri kebutuhan beras harus dipenuhi dari Kalimantan sendiri, alternatif yang dapat ditempuh adalah mengembangkan Hutan Cadangan Pangan (HCP). Caranya dengan  teknik budidaya tanaman padi yang tidak mengandalkan luas baku sawah, tetapi mengembangkan budidaya padi lahan kering dengan mengandalkan ekstensifikasi lahan kawasan hutan yang memang sangat luas di Kalimantan dengan sistem tumpangsari.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014 telah mencanangkan program/kegiatan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektar. Potensinya sangat besar, dari target luas perhutanan sosial 12,7 juta ha, 50 persennya saja (kurang lebih 6 juta ha) ditanami padi lahan kering dengan sistem tumpangsari akan menghasilkan padi 18 juta ton brutto (asumsi 1 ha menghasilkan 3 ton padi) setiap kali panen. Potensi luar biasa yang belum terpikirkan oleh Kementerian Pertanian.

IPB University meluncurkan varietas padi terbaru, yaitu padi 9G IPB. Ini temuan baru IPB atas padi unggul berupa padi gogo atau padi lahan kering. Varietas padi IPB 9G memiliki potensi hasil pada lahan darat mencapai 9,09 ton per hektare dengan produktivitas rata-rata 6,09 ton per hektare.

Dengan varietas baru dari IPB ini, hasil bruto padi lahan kering dari lahan perhutanan sosial dapat mencapai 36 juta ton. Masalahnya adalah lahan yang disiapkan untuk kegiatan perhutanan sosial tidak semuanya layak untuk tanaman padi lahan kering.

Untuk lahan hutan yang digunakan perhutanan sosial di Jawa dan sebagian Sumatera barangkali bisa. Namun tidak bagi lahan di Kalimantan dan sebagian Sumatera karena lahan hutannya adalah lahan gambut.

Karena itu KLHK bersama sama Kementerian Pertanian sebaiknya melakukan pemetaan untuk memilah-milah kelayakan lahan hutan yang ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Whats New
Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Whats New
Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Whats New
Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Whats New
Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Whats New
Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Whats New
Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com