Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Depo Pertamina Plumpang, Obyek Vital Nasional yang Dulunya Tak Ada Rumah Warga

Kompas.com - 09/03/2023, 10:40 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Koja Jakarta Utara Jumat pekan lalu membuat heboh, lantaran ada banyak pemukiman warga yang turut terdampak akibat kejadian itu. Hal ini menjadi pertanyaan akan sistem mitigasi bisnis yang diterapkan Pertamina sejauh ini, apalagi ini bukan kejadian yang pertama kalinya.

Depo Pertamina Plumpang merupakan salah satu fasilitas hilir minyak dan gas bumi yang vital. Pasalnya, sekitar 20 persen kebutuhan BBM harian di Indonesia disuplai dari TBBM Plumpang milik PT Pertamina (Persero) tersebut.

Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang itu sendiri mulai beroperasi pada tahun 1974, di atas lahan seluas 48.352 hektare, dengan kapasitas tangki sebesar 60.000 KL. Di tahun 1978, kapasitas dinaikkan menjadi 80.000 KL, dan meningkat menjadi 200.000 KL pada 1987. Angka ini bertambah hingga kapasitas penyimpanan BBM di TBBM Plumpang saat ini mencapai 324.535 KL

Awal beroperasinya Depo Pertamina Plumpang, belum ada warga yang mendirikan bangunan di atas tanah mililk PT Pertamina (Persero). Zona penyangga di sekitar TBBM Plumpang, atau buffer zone juga telah ditetapkan.

Baca juga: Kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang Berujung Pencopotan Direktur Penunjang Bisnis Pertamina

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan, hingga 1987 buffer zone TBBM Plumpang masih sangat aman, dengan lahan kosong yang luas di sekitarnya.

“Namun seiring berjalannya waktu dan hingga saat ini, area sekitar TBBM Plumpang menjadi padat penduduk,” kata Agung dalam keterangan resmi, Rabu (8/3/2023).

Atas insiden itu, Presiden Joko Widodo memberikan dua instruksi usai kebakaran hebat yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang. Presiden Jokowi menginstruksikan jajarannya untuk segera mencari solusi terkait kebakaran TBBM Pertamina Plumpang.

Secara khusus, Presiden menekankan perintahnya kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

"Saya sudah perintahkan kepada Menteri BUMN dan juga (pj) Gubernur DKI untuk segera mencari solusi dari kejadian yang terjadi di Plumpang," ungkap Jokowi beberapa waktu lalu.

"Terutama karena ini memang zona yang bahaya, tidak bisa lagi ditinggali, tetapi harus ada solusinya," lanjutnya.

Jokowi pun menuturkan bahwa sebelumnya sudah ada rencana terkait adanya jarak (buffer zone) antara permukiman warga dan TBBM Pertamina Plumpang selebar 50 meter. Namun, rencana tersebut belum terwujud karena belum memberikan solusi bagi para penduduk sekitar.

"Tanah Merah ini kan padat dan penuh, semuanya harus carikan solusi. Saya kira keamanan masyarakat, keselamatan masyarakat harus menjadi titik yang utama," ungkap dia.

Baca juga: TBBM Plumpang Pegang Peran Penting Suplai BBM Nasional Sejak 1974

Tidak hanya TBBM Plumpang, Presiden juga menegaskan bahwa seluruh zona berbahaya yang ada di Indonesia juga harus dievaluasi dan diaudit. Hal tersebut penting dilakukan karena berkaitan dengan keselamatan masyarakat.

"Harus dievaluasi semuanya karena menyangkut nyawa. Jadi sudah saya perintahkan semuanya mengenai itu," tutur Jokowi.

Menanggapi perintah Presiden Jokowi, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan segera menindaklanjuti arahan tersebut dengan berkoordinasi ke pihak-pihak terkait.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com