Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dirut Pertamina soal Depo Plumpang, Dulu Dibeli Tahun 1971, Kini "Dikepung" Permukiman Warga

Kompas.com - 15/03/2023, 13:39 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan kronologi Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, bisa berdekatan dengan permukiman warga. 

Ia menjelaskan, Pertamina membeli lahan seluas 1.534.510 meter persegi atau 153,45 hektar dari PT Mastraco senilai Rp 514 juta pada tahun 1971 silam. Lahan ini kemudian dijadikan Integrated Terminal Jakarta, yang di dalamnya mencakup Depo Plumpang.

Pertamina pun sudah mendapatkan surat keputusan pemberian hak dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 5 Juni 1976 untuk lahan tersebut dibangun instalasi minyak.

Adapun sekitar 72 hektar dari lahan yang sudah dibeli tersebut dibangun untuk area operasional Pertamina, sementara sisanya sekitar 82 hektar untuk lahan bebas.

Baca juga: Bos Pertamina Ungkap Awal Mula Lahan Depo Plumpang Dikuasai Warga

 

82 hektar lahan bebas untuk Depo Plumpang malah dibangun rumah warga

Pada tahun 1972 di lahan bebas tersebut tidak terdapat permukiman warga. Namun, seiring waktu mulai ada rumah warga yang dibangun lahan tersebut, dan semakin padat sejak tahun 1987.

"Masyarakat mulai mendekat di akhir 1980-an dan sekarang menjadi padat, dan kondisi hari ini begitu padat sampai nempel di pembatas terminal Plumpang," ujar Nicke dalam rapat dengar pendapatan dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (14/3/2023).

Ia menuturkan, pada tahun 2017, Pertamina pun melakukan inventaris dan menemukan ada 34.707 orang dengan 9.234 kepala keluarga (KK) yang kini tinggal di lahan tersebut. Jumlah itu diperkirakan bertambah saat ini.

Adapun kondisi penggunaan lahan tersebut pada saat ini terdiri dari seluas 71,9 hektar dikuasai oleh Pertamina, sementara 81,6 hektar dikuasai oleh penghuni tanpa hak (PTH).

Baca juga: Warga di Lahan Depo Plumpang Akan Direlokasi dengan Ganti Untung

 

Depo Plumpang tak bisa ditutup, meski ada insiden

Nicke mengatakan, meski terjadi insiden kebakaran pada 3 Maret 2023 lalu yang berdampak ke masyarakat sekitar, namun Depo Plumpang tak bisa ditutup. Sebab, penutupan justru berisiko menggangu pasokan BBM nasional.

Hal ini mengingat Depo Plumpang menyuplai BBM di 19 kabupaten/kota, atau menyimpan 15 persen stok BBM nasional. Depo ini juga menyuplai BBM ke 790 SPBU, baik umum, nelayan, maupun Pertashop, serta menyuplai bahan bakar ke 304 industri.

"(Depo Plumpang) ini merupakan bagian dari satu value chain (rantai pasok), jadi kalau tiba-tiba kita off-kan, maka value chain tadi akan terputus, sehingga akan menganggu distribusi," kata dia. 

Baca juga: Pertamina Hanya Akan Relokasi Sebagian Fasilitas Depo Plumpang

Harus dibangun "buffer zone"

Oleh sebab itu, Nicke menegaskan, tindakan yang bisa dilakukan agar Depo Plumpang dapat beroperasi dengan aman yakni dibangun buffer zone atau wilayah penyangga. Wilayah ini menjadi jarak pemisah antara depo dan permukiman warga.

Menurutnya, saat ini rencana pembangunan buffer zone sedang diproses oleh Pertamina.

"Maka agar semua aman, termasuk masyarakan sekitar aman, dan operasional dan suplai BBM aman, maka pembangunan buffer zone menjadi suatu hal yang urgent (penting) di lakukan," tutup Nicke.

Baca juga: Warga atau Depo Plumpang yang Digeser? Ini Jawaban Dirut Pertamina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com