Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Tempe, Anugerah Tuhan untuk Bangsa Indonesia

Kompas.com - 15/03/2023, 14:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUATU sore yang cerah, Raden Mas Subadya menyempatkan diri mengunjungi wilayah Bayat yang menjadi bagian dari Kasunanan Surakarta di bawah pemerintahan ayahnya, Raden Mas Suryadi.

Saat singgah di rumah salah seorang warga, ia disuguhi sambal tumpang atau sambal lethok yang bahan bakunya berasal dari tempe.

Makanan yang kini dianggap sangat sederhana oleh orang Indonesia kebanyakan, ternyata pernah jadi hidangan kehormatan bagi seorang pangeran Jawa.

Kisah perjalanan tersebut, kelak dituliskan oleh putra Raden Mas Subadya, Raden Mas Sugandi dengan nama abhiseka Sri Susuhunan Pakubuwana V (13 Desember 1784 – 5 September 1823) ke dalam Serat Centhini.

Serat ini juga punya nama lain, Suluk Tambangraras-Amongraga, yang menghimpun segala macam ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kondisi masyarakat Jawa pada abad ke-16 M.

Dalam jilid ketiga, kita bisa menemukan kata-kata seperti, brambang jahe santen tempe. Kemudian kadhele tempe srundengan dalam jilid ke dua belas.

”Dhele” dalam bahasa Jawa Kawi artinya hitam. Ini merujuk pada kacang kedelai hitam yang banyak ditanam di wilayah Kerajaan Mataram (Jawa Tengah).

Menunjukkan bahwa tempe dari kedelai hitam sudah hadir, sebelum kedelai kuning dari Manchukuo, China utara, banyak ditanam di Indonesia.

Selain dari catatan di atas, kita tak punya dokumentasi lain terkait tempe. Jika menggunakan nalar sebagaimana lazimnya makanan lain ditemukan, barangkali salah seorang nenek moyang kita sedang iseng ingin membawa bekal kedelai rebus, yang dibungkus pakai daun pisang.

Ternyata bekal yang hendak dibawa itu tertinggal. Setelah kembali dua hari kemudian, bungkusan itu dilihat lagi dan telah berubah bentuk menjadi padat karena terfermentasi (tape).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+