Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun 2023 Bisa Jadi Masa Penting Transisi Energi di Indonesia

Kompas.com - 15/03/2023, 14:45 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2023 bisa menjadi masa penting bagi transisi energi di Indonesia. Apalagi peta jalan (roadmap) menuju penerapan energi hijau sudah mulai diterapkan sejak 2021.

George Djohan, Country Leader, GE Gas Power Indonesia menjelaskan, peta jalan RI melakukan transisi energi bisa terlihat dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Indonesia 2021-2030.

RUPTL ini telah memerinci pemasangan kapasitas energi terbarukan yang baru (EBT) untuk hidro, panas bumi, angin dan surya fotovoltaik, untuk mewujudkan penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen dalam bauran energi listrik di tahun 2025.

Selain itu, Indonesia berencana untuk menghapus pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.

Pada akhir 2022 Indonesia telah menandatangani kesepakatan multilateral penting senilai 20 miliar dollar AS yang akan membantu mewujudkan netralitas karbon pada tahun 2050. Target aksi ini satu dekade lebih awal dari rencana Net Zero Emission (NZE), tahun 2060.

Baca juga: Luhut: Groundbreaking PLTA Mentarang Induk Jadi Tonggak Sejarah Transisi Energi dan Reindustrialisasi di RI

Tantangan transisi energi di RI

Walaupun peta jalan sudah jelas, namun menurut Djohan ada sejumlah tantangan transisi energi di Indonesia.

Pertama, meningkatkan rasio elektrifikasi. Sebagaimana diketahui pada 2021 tingkat elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 99,45 persen.

Djohan menilai rintangan logistik tetap menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menyediakan listrik bagi masyarakat terpencil dan pedesaan Indonesia. Hal ini akan membutuhkan solusi yang disesuaikan dengan kondisi unik yang ditemukan di antara pulau-pulau yang tak terhitung jumlahnya di negara ini.

"Untuk jaringan listrik di kepulauan nusantara yang lebih besar, kami percaya bahwa teknologi turbin gas dapat memainkan peran penting dalam memberikan stabilitas jaringan. Ini akan menjadi penting karena sumber energi terbarukan yang pasokannya tidak stabil (intermittent) diintegrasikan ke dalam bauran listrik," kata Djohan melalui keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (15/3/2023).

Baca juga: Sekretariat JETP Terbentuk, Kerja Sama Pendanaan Transisi Energi Siap Direalisasikan

Kondisi ini, lanjutnya, akan mengharuskan Indonesia untuk mengadopsi teknologi baru untuk meningkatkan infrastruktur transmisi dan distribusi yang ada.

Pada tingkat skala jaringan, teknologi penyimpanan seperti pumped storage dan Battery Energy Storage Systems (BESS) akan sangat penting untuk membuka potensi energi bersih Indonesia.

"Untuk menuju ke arah ini, GE siap mendukung pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan memodernisasi infrastruktur energinya untuk transisi ke net zero. Kami memiliki keahlian dan pengalaman bekerja dengan berbagai stakeholders di seluruh dunia, dan kami berharap dapat bermitra dengan negara ini untuk berinovasi dalam bidang teknologi hijau," kata pria lulusan Purdue University, AS, ini.

Baca juga: Transisi Energi Dinilai Akan Jadi Langkah Besar BUMN

Tantangan selanjutnya adalah pandemi dan Perang Rusia-Ukraina. Dalam jangka pendek, beberapa negara di seluruh dunia telah menyaksikan terganggunya rencana transisi energi mereka, sehingga mengandalkan bahan bakar fosil untuk mencukupi kebutuhan listrik warganya.

Namun, dalam jangka menengah dan panjang, International Renewable energy Agency (IRENA) percaya bahwa krisis ini mungkin akan membawa percepatan transisi energi. Ini terjadi ketika pemerintah-pemerintah menyadari bahwa bahan bakar yang lebih hijau tidak hanya baik untuk lingkungan dan menghadirkan lapangan pekerjaan, tetapi juga untuk memastikan keamanan dan kemandirian energi.

"Dengan kemitraan dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mewujudkan transisi energi yang handal, terjangkau, dan berkelanjutan. Energi terbarukan selalu menjadi prioritas utama dalam portofolio energi GE. Kami akan terus berinvestasi dan mengembangkan inovasi terobosan untuk membantu Indonesia memenuhi komitmen net zero," lanjut Djohan yang menjabat sebagai Indonesia Gas Power Country Leader sejak 2015.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com