Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Silicon Valley Bank Bangkrut, Startup RI Bakal Sulit Cari Pendanaan Luar Negeri

Kompas.com - 15/03/2023, 17:05 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Silicon Valley Bank (SVB), bank terbesar ke-16 di Amerika Serikat (AS) bangkrut hanya dalam kurun waktu 48 jam.

Bank yang menyimpan banyak deposit perusahaan rintisan (startup) sekaligus pemberi pinjaman itu akhirnya ditutup otoritas berwenang Amerika Serikat pada Jumat (10/3/2023).

Lantas, bagaimana dampak kolapsnya Silicon Valley Bank terhadap Start Up di Indonesia?

Pengamat Ekonomi Digital Institut of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, kolapsnya Silicon Valley Bank akan berpengaruh pada pendanaan dari lembaga pembiayaan luar negeri kepada perusahaan rintisan (startup) Indonesia.

"Saya rasa dampaknya adalah semakin sulit untuk mendapatkan pendanaan dari luar negeri. Hal tersebut juga akan semakin berat mengingat porsi pendanaan dari AS ke startup digital kita cukup besar," kata Nailul saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/3/2023).

Baca juga: Pantau Kasus Silicon Valley Bank, Sri Mulyani Jaga agar Masyarakat Tak Khawatir

Startup RI harus tingkatkan pendanaan dari dalam negeri

Berdasarkan hal tersebut, Nailul mengatakan, para perusahaan rintisan (startup) harus berupaya meningkatkan sumber pendanaan dari dalam negeri.

"Maka dari itu, sumber pendanaan dari dalam negeri perlu ditingkatkan lagi untuk antisipasi hal ini," ujarnya.

Di samping itu, Nailul menilai, bangkrutnya Silicon Valley Bank ini dikarenakan tingkat suku bunga AS meningkat tajam dan pengelolaan dana yang buruk.

Hal tersebut, kata dia, membuat nasabah meminta agar dana ditempatkan ke bank dengan suku bunga lebih tinggi. Selain itu, perusahaan rintisan yang mempunyai hutang ke SVB justru tengah jeblok.

"Kemudian uang SVB di pemerintah pun tenor jangka panjang. Maka SVB kelimpungan mencari dana untuk menutupi likuiditasnya," ucap dia.

Baca juga: Kronologi Bangkrutnya Silicon Valley Bank, Bank Terbesar Ke-16 di AS

Waspadai siklus bisnis

Secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, kolapsnya SVB akan berdampak kepada perusahaan rintisan untuk mendapatkan pendanaan.

Karenanya, ia menyarankan agar perusahaan rintisan mulai berhati-hati menghadapi siklus bisnis.

"Saya perhatikan startup harus hati-hati menghadapi siklus bisnis, bisnis itu kan turun naik, kadang siklus bisnis naik, ekspansinya terlalu berlebihan, maka harus terukur," kata David saat dihubungi Kompas.com, Rabu

David juga mengatakan, pihak perbankan di Indonesia pun hanya sedikit yang mau memberikan pendanaan kepada perusahaan rintisan.

Ia mengatakan, pihak perbankan biasanya melihat profit dari perusahaan rintisan untuk mempertimbangkan pemberian pendanaan.

"Tapi itu bisa dihitung dengan jari, mungkin enggak banyak dari perbankan (berikan pendanaan ke start up)," ujarnya.

Baca juga: Kolaps, Silicon Valley Bank Ditutup Regulator AS

Penyebab bangkrutnya Silicon Valley Bank

Untuk diketahui, Silicon Valley Bank yang merupakan salah satu bank terbesar di AS itu mengalami kebangkrutan usai terjadi aksi bank run dari nasabahnya. Setelah aksi tersebut, Silicon Valley Bank kolaps hanya dalam rentang 48 jam.

Sejak didirikan pada 1983, SVB memiliki spesialisasi layanan keuangan seperti deposito, pendanaan, serta pinjaman untuk perusahaan rintisan dan yang sudah mapan. SVB juga menyediakan layanan pengelolaan modal dari investor atau pemodal ventura.

Dalam hal penyebab Silicon Valley Bank bankrut, secara umum berkaitan dengan tiga peristiwa, yaitu kebijakan The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) dalam menaikkan suku bunga secara agresif, krisis modal yang dialami SVB, dan aksi bank run.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com