Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permenaker "Pemotongan Upah": Ditolak Buruh, Didukung Pengusaha

Kompas.com - 16/03/2023, 15:51 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan atau industri padat karya berorientasi ekspor mendapatkan "lampu hijau" dari pemerintah untuk melakukan pemotongan upah pekerjanya sebesar 25 persen.

Pemangkasan upah ini diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Pada Pasal 8 ayat 1 Permenaker tersebut tertulis bahwa pengusaha ekspor diizinkan untuk membayarkan upah kepada pekerjanya hanya sebesar 75 persen alias tidak penuh dari gaji yang diterima selama ini.

Baca juga: Soal Permenaker Pangkas Upah Pekerja, Kadin: Hindari Pengangguran dan PHK

"Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima," demikian isi dari Pasal 8 dalam beleid yang diteken Menaker Ida Fauziyah pada 7 Maret 2023.

Alasan terbitnya aturan itu menurut Menaker adalah bertujuan memberikan perlindungan bagi pekerja serta berupaya memberikan keberlangsungan usaha.

Terbitnya permenaker tersebut sontak menuai respons dari pekerja/buruh dan pengusaha.

Ditolak buruh

Serikat buruh langsung dengan tegas menyuarakan penolakan aturan dari Menaker tersebut yang mengizinkan pengusaha memberikan upah 75 persen kepada pekerja padat karya orientasi ekspor.

Bahkan, buruh berencana akan mendemo Kantor Kemenaker dalam waktu dekat. Hal ini dikemukakan Presiden KSPI Said Iqbal.

Baca juga: Buruh Tolak Pemenaker yang Izinkan Pengusaha Ekspor Pangkas Upah Pekerja


"Kami menolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75 persen. Hal itu jelas melanggar Undang-Undang," kata dia, Rabu (15/3/2023).

Said Iqbal bilang, apabila nilai penyesuaian tersebut di bawah upah minimum, maka hal ini merupakan tindak pidana kejahatan.

"Saya ingatkan, Permenaker ini melanggar undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah ditandatangani Presiden. Di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya?" ucapnya.

Menurut dia, keadaan tertentu yang menjadi syarat di dalam Permenaker tesebut tidak jelas dan rentan disalahgunakan perusahaan untuk membayar upah buruh dengan murah. Selain itu, kebijakan tersebut dinilai diskriminatif dan bahkan membunuh perusahaan di dalam negeri.

Baca juga: Kemenaker Kasih Lampu Hijau ke Pengusaha Ekspor untuk Pangkas Upah Pekerjanya

Didukung pengusaha

Sementara itu, pengusaha justru menilai hadirnya Permenaker No.5/2023 sebagai upaya pemerintah agar tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) demi mempertahankan keberlangsungan usaha.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Adi Mahfudz. Dengan demikian, Kadin sangat mendukung aturan tersebut.

"Jadi saya kira semangat utama yang paling penting untuk kita kedepankan. Semangatnya Ibu Menteri Ketenagakerjaan sebetulnya sejauh mana kita menghindari pengangguran dan PHK," katanya.

Baca juga: Begini Cara Menghitung Upah Lembur untuk Pekerja

Menurut Adi, krisis ekonomi global sangat mempengaruhi perusahaan berorientasi ekspor. Maka dari itu, aturan adanya penyesuaian upah ini sangat membantu memberikan perlindungan kepada usaha dan pekerja agar tidak ter-PHK.

Walaupun begitu, perusahaan tetap harus melakukan komunikasi dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) terkait pengurangan upah.

"Tapi memang semua kan harus dibuktikan juga sejauh mana permintaan order proses produksi tersebut. Makanya anjuran pemerintah tidak serta-merta juga kita mem-PHK. Makanya ketimbang di-PHK makanya ada fleksibilitas penyesuaian yang dimaksud," jelas Adi.

Baca juga: Rumus Perhitungan Upah Tidak Masuk Kerja karena Berhalangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com