DI balik kegembiraan panen raya padi tahun 2023 ini yang ditandai dengan rangkaian acara Panen Padi Nusantara 1 Juta Hektar di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah pada 9 Maret 2023 dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada 11 Maret 2023, yang dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, mencuat kekhawatiran tentang ketersedian pupuk secara nasional yang jumlahnya sangat terbatas.
Padahal, pupuk merupakan salah satu faktor utama di samping pengairan yang membuat produksi padi di Ngawi mampu mencapai hasil fantastis, yakni 10,5 ton per hektar.
Kekhawatiran akan kelangkaan pupuk secara nasional sebelumnya disampaikan Presiden Jokowi di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Blora, Jawa Tengah pada Jumat (10/3/2023), saat acara penyerahan sertifikat tanah. Menurut Presiden, saat ini selain pupuk harganya mahal, persediaan pupuk memang tidak ada alias kosong.
Baca juga: Mentan: Presiden Jokowi Minta Masalah Ketersediaan Pupuk Selesai 2-3 Bulan
Menurut Presiden, kebutuhan pupuk Indonesia untuk jenis NPK, yang dibutuhkan untuk peningkatan produksi bulir padi, sebesar 13 juta ton per tahun. Sementara pabrik-pabrik pupuk di Indonesia baru mampu berproduksi NPK maksimal 3,5 juta ton. Sisanya, pupuk sari impor sebesar 6,3 juta ton, sehingga terdapat kekosongan/kekurangan jumlah pupuk secara nasional sebesar 3,2 juta ton.
Masalahnya, pupuk impor sebesar 6,3 juta ton sebagian besar didatangkan dari Rusia dan Ukraina yang saat ini sedang berperang. Dengan demikian, proses importasi pupuk ke Indonesia akan terganggu. Pupuk impor harganya semakin mahal dan harganya mencapai tiga kali lipat dibandingkan dengan harga normal.
Dalam keterangan persnya di Istana Negara setelah rapat internal dengan Presiden Jokowi, Menteri Syahrul Yasin Limpo menjelaskan, pupuk merupakan salah satu unsur yang menjamin produktivitas tanaman padi yang selama ini telah mencapai puncaknya seperti di Ngawi tidak menjadi turun.
Dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), pupuk yang dibutuhkan petani secara nasional di atas 20 juta ton. Sebelumnya terdapat 69 jenis komoditas dengan 6 jenis pupuk yang diberikan subsidi. Namun untuk tahun ini (2023) Peraturan Menteri Pertanian diubah dan disesuaikan, dari 69 jenis komoditas diubah menjadi 6 jenis komoditas yang dibantu dengan pupuk bersubsidi.
Enam jenis komoditas tersebut terkait dengan pangan strategis, pangan yang berkontribusi pada inflasi dan pangan yang memperkuat ekspor.
Kemampuan pemerintah, berdasarkan anggaran yang disediakan APBN, setiap tahun hanya bisa membeli pupuk bersubsidi sebesar 8-9 juta ton saja. Tahun ini, Presiden memberi arahan agar jumlah pupuk yang disediakan sebesar itu harus tetap dipertahankan bagaimanapun caranya.
Karena itu, yang harus dibenahi adalah program dan konsepsinya agar penyaluran pupuk bersubsidi lebih efisien dan tepat sasaran. Kedua, memperkuat koordinasi dengan para pihak terkait dengan penyediaan dan distribusi pupu, seperti PT Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk dalam negeri, para gubernur, para bupati dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai pendamping petani.
Data petani yang mendaftar untuk mendapatkan pupuk subsidi pada 2021 sebanyak 16,7 juta orang dari jumlah petani 22,3 juta orang di Indonesia (Susenas, 2013). Jumlah pupuk subsidi yang diajukan para petani melalui e-RDKK (elektronik Rencana Definitif kebutuhan kelompok) sebanyak 23,3 juta ton pupuk.
Jumlah yang diajukan itu untuk 70 komoditas pertanian. Namun, anggaran subsidi yang disediakan pemerintah terbatas, yaitu hanya untuk 9,04 juta ton.
Perbedaan yang sangat besar antara usulan kebutuhan dan alokasi yang disediakan pemerintah menyebabkan langka pupuk akan selalu terjadi, sampai kapan pun dan dengan metode apapun yang dikembangkan untuk distribusinya.
Celakanya lagi, sudah terbatas, pupuk subsidi masih bocor ke para pihak yang tidak berhak, akibat selisih harga pupuk subsidi dan pupuk komersial yang tinggi.
Persoalan pupuk bersubsidi selama ini juga terjadi akibat adanya permainan oknum-oknum yang memburu rente ekonomi baik di tingkat produsen, distributor maupun tengkulak yang sangat merugikan petani dan selama ini belum mampu diberantas pemerintah.
Baca juga: Cegah Penyelewengan, Karung Pupuk Bersubsidi Berencana Dipasang Chip