Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fokus Transisi Energi, PGE Kini Punya Pos Pendapatan Baru dari "Carbon Credit"

Kompas.com - 19/03/2023, 11:00 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGE kini memiliki pos pendapatan baru dari hasil perdagangan karbon.

“Untuk pertama kalinya pada 2022, PGE mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit,” kata Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Nelwin Aldriansyah dalam siaran pers, Sabtu (18/3/2023).

Nelwin mengungkapkan, emiten sektor energi yang fokus pada pengolahan panas bumi tersebut berkomitmen untuk turut serta secara aktif melakukan transisi energy bersih.

Baca juga: Stabil, Simak Rincian Harga Emas Antam Hari Ini

PGEO juga sudah mendapatkan sertifikasi dari lembaga karbon kredit untuk memonetisasi penjualan karbon.

“Operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGE,” ujar Nelwin

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) memperkirakan perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus 300 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.625 triliun per tahun (kurs Rp 15.418 per dollar AS).

Nilai tersebut berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Baca juga: Imbas SVB Bangkrut, Saham First Republic Anjlok 32,7 Persen


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun secara resmi telah meluncurkan perdagangan karbon, di mana perdagangan karbon akan mulai dilakukan pada subsector pembangkit tenaga listrik secara mandatori.

Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.

Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui 2 mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.

Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury mengatakan, pihaknya tengah mendorong BUMN untuk mulai melakukan perdagangan karbon, kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.

Baca juga: Kapitalisasi Bursa Susut Rp 107 Triliun, Imbas SVB Bangkrut?

Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).

Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persendengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

“Kita melihat kolaborasi antara BUMN sendiri untuk membangun kerja sama dalam menghasilkan energi dan menurunkan emisi bisa dilakukan. BUMN kita juga bisa kerja sama dengan negara lain. Pada intinya, bagaimana BUMN bisa bersama-sama melakukan transisi energi,” jelas Pahala.

Baca juga: Melesat Tajam, Harga Emas Hari Ini di Pegadaian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com