Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Kinerja Saham Perusahaan Investasi, Masih Berpotensi Cuan?

Kompas.com - 20/03/2023, 14:04 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comSaham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih dibayangi oleh beberapa sentimen negatif. Hal ini terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan dalam sepekan, sebesar 1,29 persen, menjadi 6.678,23 dari 6.765,3 pada pekan yang lalu.

Melihat hal tersebut, Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan masih ada potensi return yang baik dari perusahaan-perusahaan investasi. Dia mencontohkan emiten Menparekraf Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).

Menurut dia, saham perusahaan investasi seperti SRTG merupakan salah satu emiten yang sempat terdampak sentimen kebangkrutan Silicon Valley Bank, dan sejumlah bank di AS. Meski sifatnya sementara, investor perlu memahami bagaimana menilai valuasi saham perusahaan investasi sebelum memutuskan untuk membeli.

“Strategi bisnis Saratoga adalah berinvestasi di perusahaan portofolio, bukan mengelola secara langsung operasional bisnis seperti korporasi pada umumnya. Sumber utama keuntungan perusahaan investasi berasal dari pendapatan dividen dan kenaikan nilai saham dari portofolio investasi,” kata Alfred dalam analisisnya, Senin (20/3/2023).

Baca juga: IHSG Bakal Lanjutkan Penguatan? Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Namun, Alfred menilai kenaikan nilai saham tersebut hanya dicatatkan dalam pos investasi di neraca di mana selisih yang dicatat sebagai laba masih unrealized. Faktor inilah yang membuat laba perusahaan investasi seringkali mengalami fluktuasi. Berbeda halnya jika perusahaan melakukan divestasi atau penjualan terhadap portofiolionya sehingga keuntungannya bisa masuk ke kas perusahaan.

"Kinerja Saratoga tidak hanya bisa dilihat dari aspek bottom line, laba atau rugi bersih. Karena fluktuasi harga saham portopolio akan mempengaruhi nilai investasi sehingga berdampak terhadap perhitungan laba. Jadi yang harus dilihat cashflow dan pertumbuhan asetnya, itu yang menjadi acuan menilai perusahaan investasi," ujar Alfred.

Baca juga: IHSG Bakal Lanjutkan Penguatan? Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Sebelumnya, Presiden Direktur Saratoga Michael William P. Soeryadjaya mengatakan, pada tahun 2022 Saratoga mencapai Net Asset Value (NAV) sebesar Rp 60,9 triliun. Nilai tersebut naik 8 persen dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp 56,3 triliun.

Pertumbuhan NAV yang tetap positif di tengah berbagai tekanan faktor ekonomi sepanjang tahun lalu membuktikan soliditas dari strategi investasi dan kuatnya fundamental bisnis portofolio investasi Saratoga.

"SRTG menutup tahun 2022 dengan dukungan modal yang solid, di mana perusahaan memiliki ruang yang lebar dalam mengeksekusi strategi investasinya,” kata Michael.

Baca juga: Imbas SVB Bangkrut, Saham First Republic Anjlok 32,7 Persen


Pada tahun 2022 Saratoga membukukan perolehan dividen Rp 2,6 triliun atau naik 57 persen dibandingkan tahun 2021 menjadikan cashflow perusahaan juga semakin kokoh. Selain raihan deviden besar, pada tahun lalu Saratoga berhasil memangkas utang bersih hingga 80 persen menjadi Rp 688 miliar.

Sementara dari perspektif arus kas, sepanjang tahun lalu perusahaan menghasilkan arus kas masuk dari aktivitas operasi hingga mencapai Rp 3,7 triliun. Berbeda dengan tahun 2021 di mana arus kas keluar senilai Rp 362 miliar.

"Sebagai perusahaan investasi, paramater fundamental Saratoga bisa dilihat dari kekuatan cashflow-nya. NAV perusahaan juga terus tumbuh di tengah ekonomi dan market yang penuh tekanan," jelas Alfred.


Sementara itu, analis Mirrae Asset Sekuritas Indonesia, Hariyanto Wijaya dan Rut Yesika Simak, menyebutkan bahwa harga saham SRTG layak untuk dihargai lebih tinggi. Ada 4 alasan yang mendasari analisis Mirrae.

Pertama, NAV SRTG terus meningkat, dan dengan harga saham saat ini, di mana kapitalisasi pasar SRTG sekitar Rp 27 triliun, mencerminkan diskon hingga 46 persen terhadap NAV. Kedua, Mirrae menilai pengurangan utang membuat neraca SRTG jadi lebih sehat.

“Faktor ketiga, kas bersih yang terus meningkat serta alasan keempat adanya potensi bagi SRTG untuk meraih pendapatan dividen yang lebih tinggi dalam enam bulan ke depan. Namun, ada beberapa risiko yang dihadapi oleh Saratoga, seperti pendapatan dividen di bawah perkiraan, penurunan harga komoditas, seperti emas, tembaga, batu bara, dan nikel,” ungkap Hariyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com