JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia mengatakan, bursa kripto adalah sebuah ekosistem yang harus dibangun dalam rangka mencegah kerugian masyarakat dan negara.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya sudah meminta pendapat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dari sana disimpulkan, perlunya sebuah ekosistem bursa kripto ini.
"Saya banyak sekali diperingatkan bahwa banyak sekali korban berjatuhan terkait hal ini (kripto)," ujar dia dalam konferensi pers, Senin (20/3/2023).
Baca juga: Mendag Zulhas: Sebelum Juni 2023 RI Bakal Punya Bursa Kripto
Ia menambahkan, saat ini pemerintah harus memilih kalau memang perdagangan kripto akan dilarang, maka regulasi pembuatan bursa kripto seharusnya tidak dibuka.
Namun demikian, kalau bursa kripto tersebut dihadirkan untuk mengatur dan mencegah terjadinya korban terkait sistem perdagangan alternatif, bursa kripto perlu dibangun untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Dalam hal ini, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) masih menjadi satu-satunya pihak yang memiliki kewanangan untuk menerbitkan perizinan bursa kripto.
Baca juga: Bappebti Pastikan Tahun Ini RI Bakal Punya Bursa Kripto
Terkait bursa berjangka kripto, Ombudsman RI berpendapat, sudah semestinya pemerintah dan pihak swasta membentuk ekosistem yang saling berkolaborasi dan bekerja sama.
Hal ini untuk menciptakan kepastian hukum, perlindungan pelanggan aset kripto, dan memfasilitasi inovasi, pertumbuhan perkembangan kegiatan usaha perdagangan fisik aset kripto.
Dari salah satu pertimbangan tersebut, Ombudsman RI kemudian menyebut Bappebti terbukti melakukan maladministrasi dalam proses permohonan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB) dari PT Digital Future Exchange (DFX) terkait izin usaha bursa berjangka.
Baca juga: Zulhas: Kita Berharap Sebelum 2023 Berakhir Sudah Luncurkan Bursa Kripto
Berdasarkan serangkaian pemeriksaan dokumen dan pihak terkait, ditemukan tiga bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh Bappebti dalam proses perizinan bursa berjangka, meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang.
Sebagai informasi, berlarut-larutnyanya proses izin ini membuat PT DFX mengeluarkan Rp 19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 sampai 19 Desember 2022.
Adapun, sejak awal mengajukan izin usaha bursa berjangka ke Bappebti, PT DFX telah menempuh waktu 582 hari kerja.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.