Pasalnya, galon tersebut merupakan produksi dalam negeri dengan harga yang lebih kompetitif dan mudah di daur ulang ketimbang galon polikarbonat yang notabene masih impor.
Baca juga: Ini Alasan Ahli Ingin Air Minum Dalam Kemasan Diberi Label BPA
“Seharusnya, sumber dari dalam negeri yang masih melimpah harus didukung, bukannya tetap memaksakan impor. Selain tidak sehat dan tidak kompetitif, industri yang tetap melakukan impor jelas tidak sehat,” kata Eko.
Saat ini, lanjut Eko, tengah terjadi peningkatan pasar untuk produk-produk AMDK di luar market leader. Pertumbuhan produsen AMDK di luar pemain besar pun tumbuh dua digit.
“Hal tersebut menjadi kabar baik bagi kami, produsen air minum kemasan lokal,” ujar Eko.
Sebagai informasi, market leader AMDK di Indonesia menguasai lebih 50 persen market share. Sementara itu, beberapa merek produk AMDK lokal hanya menguasai 1-5 persen market share.
Baca juga: Amankah Minum Air dalam Kemasan Botol Plastik?
Eko menyebut, saat ini, terdapat 1.200 pelaku industri AMDK di Indonesia dengan volume air minum 35 miliar liter per tahun. Kemudian, terdapat 2.100 merek AMDK dan 7.000 lebih izin edar.
Produsen AMDK lokal yang berjumlah 95 persen lebih tersebut sudah tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Eko pun optimistis, jika terus berinovasi dan meningkatkan daya saing, pelaku AMDK lokal bisa berkontribusi pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di daerah masing-masing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya