Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hery Wibowo
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran

Pengamat Sosial, praktisi pendidikan dan pelatihan

Ekonomi Oranye dan Larangan Impor Baju Bekas

Kompas.com - 24/03/2023, 12:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLEMIK impor baju bekas atau lebih dikenal dengan thrifing, yang ternyata melibatkan banyak sekali pelaku usaha di berbagai pelosok Indonesia, telah menyadarkan kita akan sejumlah hal. Salah satunya terkait ketergantungan bisnis kita pada komoditas asing dan masih minimnya kreativitas dan inovasi dalam membangun model bisnis dan komoditas usaha.

Maknanya, perlu ada akselerasi yang harus dikejar. Pelarangan usaha impor baju bekas adalah momentum penting untuk menata ulang usaha perdagangan di Indonesia secara umum dan isu kewirausahaan secara khusus.

Polemik ini, telah membuka mata kita untuk menatap lebih jauh dan luas terhadap tren dan kecenderungan usaha yang telah berlangsung di berbagai belahan dunia. Tanpa terasa, sejatinya, dunia telah memasuki satu era baru ekonomi, yaitu ekonomi oranye.

Ekonomi Oranye

Secara umum, ekonomi oranye (orange economy) adalah sebuah model produksi di mana komoditas (barang dan jasa) memiliki nilai intelektual (intellectual value) karena lahir dari ide, gagasan dan kepakaran tertentu dari sang penciptanya. Dengan kata lain, ini adalah segala bentuk bisnis yang berakar dari kreativtias, melibatkan ragam aktivitas seperti seni, budaya, penelitian, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca juga: 5 Manfaat Ekonomi Kreatif dan Penjelasannya

Badan Internasional UNESCO telah mendorong negara-negara di dunia untuk melirik dan membangun prioritas dan pengembangan komoditas berbasis kreativitas ini.

Charles Landry dan Franco Biancini dalam laman en.unesco.org menyatakan, kreativitas adalah lintasan pemikiran yang membolehkan: thinking a problem afresh and form first principles; experimentation; originality; the capacity to rewrite rules, to be unconventional; to discover common threads amid the seemingly disparate; to look at situations laterally and with flexibility. This way of thinking encourage innovation and generate new possibilities.

Artinya, diperlukan cara pandang baru dalam membangun bisnis, memilih jenis usaha, memperdagangkan komoditas, dan mengajak konsumen menikmatinya.

Baca juga: Dianggap Tampung Sampah, Pedagang Thrift: Baju Bekas Impor Layak Pakai dan Masih Berkualitas

Restrepo dan Marquez (2015) mengingatkan bahwa dasawarsa ke depan adalah eranya ekonomi oranye. Artinya, era kreativitas telah dimulai. Inilah kebangkitan ekonomi yang (1) tidak menggantung diri pada sumber daya alam, tetapi lebih kepada aset tidak berwujud (intangibles asset); dan (2) mengutamakan pemikiran kreatif dan inovatif.

Hasil dari ekonomi oranye adalah produk kreatif berupa audiovisual, kerajinan, desain, media baru serta seni visual dan pertunjukkan, dan jasa kreatif berupa periklanan, arsitektur, budaya dan rekreasi serta penelitian dan pengembangan.

Restrepo dan Marquez (2015) menjelaskan geliat industri kreatif dunia telah melibatkan lebih dari 144 juta pekerja di seluruh dunia, memiliki nilai ekonomi lebih dari 4,29 triliun dolar AS, memiliki nilai ekspor 649 miliar dolar dan berkontribusi. Artinya, ini adalah geliat baru produktivitas dunia yang bahkan belum pernah diprediksi sebelumnya.

Makna lainnya, ini adalah zaman baru di mana produk dan layanan yang dilirik adalah yang berbasis kreativitas dan inovasi kelas dunia, sehingga mampu memenuhi standar kualitas global. Aset terpenting pada jenis ekonomi ini adalah mentalitas dan intelektualitas, yang mampu menghasilkan serangkaian kreativitas dan inovasi.

Pertanyaannya, mampukah pelaku UMKM Indonesia masuk dalam lingkar dalam, serta menjadi pihak yang diuntungkan dengan hadirnya ekonomi oranye? Lalu, mampukah pemerintah membangun ekosistem usaha yang memampukan para pelaku UMKM naik kelas menjadi pelaku bisnis di level ekonomi oranye.

Jawabannya jelas mampu. Sebab sektor usaha/bisnis dapat terus diedukasi dan didampingi. Para pelaku industri dapat terus dikawal dalam meningkatkan kapasitasnya, baik secara mentalitas maupun intelektualitas.

Spanduk yang dipasang sejumlah pedagang baju bekas impor Pasar Senen, Jakarta Pusat, terlihat di area gerbang barat Pasar Senen Blok III, Kamis (23/3/2023). (KOMPAS.com/XENA OLIVIA)Xena Olivia Spanduk yang dipasang sejumlah pedagang baju bekas impor Pasar Senen, Jakarta Pusat, terlihat di area gerbang barat Pasar Senen Blok III, Kamis (23/3/2023). (KOMPAS.com/XENA OLIVIA)
Berbasis Inovasi

Secara umum, terminologi berbasis inovasi bermakna bahwa segala proses yang perlu dilakukan dalam rangka membangun bangsa perlu mendasarkan diri pada temuan ataupun kreasi inovasi. Pola pikir yang dibangun adalah bahwa setiap langkah baru seyogianya merupakan hasil evalusi dari program selanjutnya.

Proses evaluasi program tidak dapat lagi dianggap sebagai proses penghabisan anggaran, tetapi menjadi wadah untuk memacu lahirnya inovasi baru yang mampu menghasilkan proses yang jauh lebih efektif (ringkas, cepat) dan efisien (murah, tidak boros).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com