“Padahal, ia baru memberikan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji. Kenaikan tersebut bukan sembarang hadiah, melainkan disertai tuntutan kenaikan pelayanan dan peniadaan penyelewengan,” tulis Saeful Anwar dan Anugrah E.Y. (ed.) dikutip dari Buku berjudul Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa.
Ali Wardhana akhirnya melakukan mutasi pejabat eselon II antarunit eselon I. Pada 1978, Direktur Cukai digantikan pejabat dari unit eselon beberapa kali.
Namun, ternyata cara ini tak memperbaiki kinerja Bea dan Cukai. Penyelewengan dan penyelundupan terus terjadi.
Ali Wardhana kemudian diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan pada 1983. Sementara Menteri Keuangan dijabat Radius Prawiro.
Baca juga: Profil Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai DIY yang Hobi Pamer Harta
Perubahan di Bea dan Cukai sangat diharapkan. Pada 29 Agustus 1983, Radius Prawiro melantik Bambang Soejarto, seorang perwira tinggi Departemen Hankam, sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Ia menggantikan Wahono yang terpilih sebagai gubernur Jawa Timur. Dalam pidato pelantikan, Radius Prawiro menekankan bahwa para penyelundup “akan kita perangi sampai ke akar-akarnya.”
Apa mau dikata, penyelewengan dan penyelundupan Bea Cukai belum juga lenyap. Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang, mengenai aparat Bea dan Cukai yang ribet, berbelit-belit, dan pada akhirnya melakukan pungutan liar.
Maka, setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.
Baca juga: Intip Gaji Pegawai Pajak Lulusan STAN dan Aneka Tunjangannya
Berpegang pada Instruksi Presiden, diambil keputusan untuk mempercayakan sebagian wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada PT Surveyor Indonesia yang bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta asal Swiss bernama Societe Generale de Surveilance (SGS).
Ini artinya, banyak pegawai Bea Cukai terpaksa dirumahkan karena pekerjaan mereka diambil alih PT Surveyor Indonesia.
Kewenangan itu kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.
Yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan.
Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 juga memberikan kewenangan lebih besar kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diembannya.
Dengan pemberlakuan Undang-Undang tersebut, produk hukum kolonial tidak berlaku lagi. Begitu pula dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007, untuk menggantikan kelima ordonansi cukai lama.
Baca juga: PNS Bea Cukai Mengatai Warga Babu dan Banyak Bacot, Kemenkeu Minta Maaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.