Selain itu, perubahan bukan hanya dari sisi kelembagaan, tetapi juga personalia pelaksananya. Namun nyatanya, keadaan demikian bertahan cukup lama.
Contohnya, ketika Menkeu Ali Wardhana sidak ke kantor Bea dan Cukai di Tanjung Priok pada Mei 1971, dia melihat para petugas tengah bersantai. Dia juga mendapati kabar adanya penyelundupan ratusan ribu baterai merek terkenal.
Baca juga: Soeharto Pernah Bekukan Bea Cukai yang Jadi Sarang Pungli pada 1985
Padahal, pemerintah baru saja memberikan keistimewaan bagi para pegawai Bea Cukai, yakni menaikkan penghasilan dengan penambahan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji.
Ali Wardhana akhirnya melakukan mutasi pejabat eselon II antarunit eselon I. Pada 1978, Direktur Cukai digantikan pejabat dari unit eselon beberapa kali. Namun, ternyata cara ini tak memperbaiki kinerja Bea dan Cukai. Penyelewengan dan penyelundupan terus terjadi.
Kemarahan Presiden Soeharto pada maraknya praktik korupsi di Bea Cukai mencapai puncaknya pada awal tahun 1980-an. Saat itu, Menteri Keuangan telah beralih ke Radius Prawiro.
Saat melantik Bambang Soejarto sebagai Dirjen Bea Cukai, ia menekankan bahwa praktik pungli dan penyelundupan akan diperangi hingga ke akar-akarnya.
Baca juga: Ini Nominal Gaji PNS Bea Cukai dan Aneka Tunjangannya
Apa mau dikata, penyelewengan dan penyelundupan Bea dan Cukai belum lenyap. Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang, mengenai aparat Bea dan Cukai yang ribet, berbelit-belit, dan pada akhirnya melakukan pungutan liar.
Sebagai informasi saja, di era Presiden Soeharto, hubungan pemerintah Indonesia dengan Jepang sedang hangat-hangatnya, ditandai dengan investasi besar-besaran dari perusahaan Negeri Matahari Terbit.
Datang keluhan dari para pengusaha Jepang yang dipalak oknum pegawai Bea Cukai, membuat Presiden Soeharto geram.
Maka, setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.
Baca juga: Profil Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai DIY yang Hobi Pamer Harta
Soeharto bahkan mempreteli kewenangan Bea Cukai dan mengalihkannya ke PT Surveyor Indonesia. BUMN ini kemudian bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta asal Swiss bernama Societe Generale de Surveilance (SGS).
Kewenangan itu kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.