Menyikapi kondisi ini, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengeluarkan peraturan menteri yang memberi lampu hijau kepada perusahaan ekspor untuk memangkas gaji pekerjanya maksimum sampai 25 persen.
Artinya, persoalan industri tekstil kita bukan terletak pada adanya tekanan impor pakaian bekas atau tidak, tapi pada menurunnya daya saing dan semakin kuatnya temanan tekstil impor yang membuat pasar domestik semakin dibanjiri produk tekstil dari negara lain.
Dengan kata lain, kebijakan utama yang harus diambil pemerintah sebenarnya bukanlah melarang impor, tapi menguatkan kembali industri tekstil kita sampai bisa kembali bersaing dengan negara lainnya seperti fakta tahun 1980-1990 awal.
Tak bisa dipungkiri, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), selain menyumbang ekspor yang terbilang lumayan besar, juga menyerap cukup banyak tenaga kerja. Itulah sebabnya, industri TPT masuk ke kelompok padat karya.
Industri semacam ini sejatinya masih sangat dibutuhkan negeri kita yang memiliki angkatan kerja sangat banyak dan mayoritas masih berpendidikan rendah.
Oleh karena itu, industri yang sangat strategis ini layak mendapatkan dukungan serius dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan semua pemerintah daerah, baik provinsi maupun kota serta kabupaten.
Beberapa hal perlu dilakukan oleh pemerintah agar industri TPT bisa kembali berjaya.
Pertama, pemerintah perlu mendorong masuknya teknologi terbaik di sektor TPT, guna meningkatkan kualitas, produktivitas, efisiensi, maupun untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang.
Artinya, pemerintah wajib membantu sektor industri untuk mengganti mesin-mesin TPT yang sudah usang dengan yang lebih modern dan efisien, antara lain dengan memberikan kredit program yang bunganya disubsidi, misalnya.
Karena melihat perkembangan insdustri saat ini, modernisasi mesin layak diberi prioritas, antara lain karena di industri tersebut banyak yang masih berkategori usaha kecil-menengah (UKM) yang umurnya sudah tua.
Kedua, mengingat beban biaya listrik dan gas yang cukup signifikan pada industri TPT, maka pemerintah harus pula berusaha untuk menurunkan biaya energi.
Tarif listrik maupun harga gas industri harus disesuaikan seperti negara tetangga, khusus untuk sektor industri TPT.
Jika dilihat secara komparatif, salah satu yang membuat TPT Vietnam lebih unggul dari Indonesia adalah karena tarif listrik untuk industri TPT di sana jauh lebih murah.
Ketiga, pemerintah Indonesia tak perlu sungkan untuk mengikuti jejak Vietnam yang gencar melakukan berbagai pendekatan kepada negara-negara tujuan ekspor potensial, baik lewat kerja sama bilateral maupun multilateral.
Pemerintahan Jokowi tak perlu ragu untuk mengikuti jejak Vietnam yang memperoleh kemudahan ekspor dengan mencapai kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa (UE).