Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Tidak Merugikan Pemerintah, Kenapa Thrifting Harus Dihanguskan?"

Kompas.com - 31/03/2023, 06:30 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - " Emang bisa dijamin saya untung dengan alih usaha itu? Saya tidak merugikan pemerintah dan meminta lowongan kerja, saya mandiri dalam kehidupan, kenapa thrifting harus dihanguskan? Ayo dong rangkul para pengecer ini jangan anguskan rakyat ini," ujar Laura dengan nada suara yang sedikit lebih tinggi sambil menyeka keringat di dahinya, saat ditanyakan pendapatnya tentang upaya yang ditawarkan pemerintah menyusul adanya larangan penjualan pakaian bekas impor.

Laura salah satu pedagang di Pasar Senen mengaku sudah 25 tahun menggantungkan nasibnya menjadi penjual baju bekas impor. Bahkan dirinya berhasil menguliahkan anaknya dengan hasil jualannya.

Namun kini Laura merasa gundah dengan adanya kebijakan pemerintah itu.

Dia bilang, sekalipun Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki bersama Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifi Hasan datang ke Pasar Senen untuk berdialog, pemerintah sama sekali tidak memberi kejelasan dan solusi yang diinginkan oleh pedagang.

"Tak ada kejelasan, enggak ada solusinya. Intinya kami tadi berharap Pak Mendag dan Menteri Koperasi untuk membantu kami para pengecer masuk ke dalam UKM, tidak membumihanguskan pakaian second ini," ujarnya.

Baca juga: Mendag: Pedagang Baju Bekas Impor Boleh Jualan sampai Habis

Pun dengan adanya kebijakan pemerintah yang memberikan kelonggaran kepada para pedagang thrifting di Pasar Senen untuk menghabiskan jualannya, Laura masih tetap merasa kecewa.

"Emangnya hidup saya untuk sebentar? Berarti kalau stok barang habis enggak bisa jualan lagi? Apa yang mau dijual? Mendingan jual Aqua resmi, kan lanjut hidup tapi saingan saya jualan semua nanti siapa yang beli?" kata Laura kecewa sampai mengerutkan dahinya.

"Jadi enggak ada yang salah dengan pakaian second ini asal diatur dengan legal, masukkan ke koperasi dan ukm, kami siap. Jangan dibumihanguskan kehidupan kami gimana?" sambung Laura.

Baca juga: Pemerintah Beri Kelonggaran, Pedagang Pakaian Bekas Impor Boleh Habiskan Stok

Polemik thirifting hingga saat ini memang masih menuai pro dan kontra. Pemerintah ingin menyelematkan produk lokal dalam negeri namun di sisi lain para pedagang thrifting merasa dirugikan.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, berdasarkan analisa data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata potensi nilai impor pakaian ilegal (unrecorded) dalam 5 tahun terakhir mencapai hampir Rp 100 triliun per tahun.

Hal ini menurut dia membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal merana.

“Industri pakaian lokal kita jelas terpukul dengan masuknya pakaian impor ilegal ini. Bayangkan porsinya itu mengisi 31 persen pasar domestik kita. Sementara produk pakaian impor dari China porsinya 17,4 persen,” kata Menkop UKM Teten Masduki.

Baca juga: Teten: Impor Ilegal Pakaian Bekas Ancam UMKM dan Nasib 1 Juta Tenaga Kerja

Menteri Teten menjelaskan berdasarkan data BPS, potensi nilai impor pakaian ilegal pada 2018 mencapai Rp 89,37 triliun. Setahun berikutnya mencapai Rp 89,06 triliun dan melonjak pada 2020 mencapai Rp 110,28 triliun. Kemudian pada 2021 dan 2022 masing-masing mencapai Rp 103,68 triliun dan Rp 104,41 triliun.

Bahkan menurut Teten, aktivitas impor pakaian ilegal ini mengancam sekitar 533.217 pelaku industri mikro dan kecil di sektor pakaian, yang jumlah pemainnya sedang dalam tren menurun pada tiga tahun terakhir.

“Jumlah pelaku industri mikro dan kecil pada sektor pakaian jadi pada 2019 dan 2020 masing-masing sebanyak 613.668 dan 591.390. Sedangkan, jumlah tenaga kerja yang terserap di di dalam industri tersebut per 2021 lalu mencapai 999.480 jiwa. Dengan adanya impor pakaian ilegal, tentu akan memukul industri pakaian lokal kita yang saat ini sedang menurun,” ujar Teten.

Baca juga: Kemenkop UKM Buka Nomor Pengaduan untuk Pedagang Pakaian Bekas yang Terdampak Kebijakan Impor Ilegal

Sisi negatif thrifting ke UMKM lokal

Hal ini pun diamini oleh Supplier baju muslimah Febrary. Dia mengatakan, penjualan thrifting secara tidak langsung memberikan dampak negatif bagi usahanya. Sebab usahanya merosot meskipun Pandemi Covid-19 sudah selesai.

"Merosot banget padahal sudah mau momentnya, cuma yang saya nyakini salah satunya ada pengaruhnya," ujarnya .

Dia menyebutkan sejak Covid-19 omzetnya turun 50-60 persen. Awalnya dia mengira omzetnya akan berangsur pulih pasa-Covid, namun faktanya justru berseberangan.

"Semenjak Covid-19 sudah turun, harusnya pulih kan karena selesai. Cuma 6 bulan terakhir bisa dibilang kita ada penurunan lagi 20 persen. Saya enggak mau nuduh semuanya karena penjualan produk bekas, tapi mungkin ada sih (sebagian)," jelas dia.

Baca juga: Pemerintah Musnahkan 7.363 Bal Pakaian Bekas Impor Senilai Rp 80 Miliar

 

Sementara itu Founder atau Pendiri Jakarta Clothing Expo (JakCloth) Achmad Ichsan Nasution yang akrab disapa dengan panggilan Ucok juga mengamininya.

Sebab dijelaskan dia impor pakaian bekas tidak mempekerjakan pekerja dalam negeri dari hulu ke hilir, dan justru membesarkan persaingan dengan produk pakaian lokal.

“Kalau ditanya, impor pakaian bekas itu berdampak atau tidak, pasti akan berdampak bagi industri pakaian lokal. Karena industri pakaian lokal itu mempekerjakan dari hulu ke hilir, ya tukang jahit, tukang bahan, tukang washing, tukang plastik, tukang setrika, dan lain sebagainya,” kata Ucok.

“Kalau pakaian bekas ini tahu-tahu datengin barang tanpa cukai dan pajak, dan dijual dengan harga murah. Jadi berdampak dengan industri lokal, yang kalau dibandingkan pasti lebih tinggi harganya dari pakaian bekas impor,” sambung Ucok.

Baca juga: Tidak Bayar Pajak dan Cukai, Pakaian Bekas Impor Ilegal Ancam Industri Lokal

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com