Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Asal-usul THR yang Diperjuangkan Kaum Buruh

Kompas.com - 22/04/2023, 07:10 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tunjangan hari raya (THR) merupakan sesuatu yang selalu ditunggu pekerja, terutama dalam masa hari raya Lebaran 2023 seperti saat ini.

Bonus THR memang biasanya diberikan kepada karyawan atau pegawai sebelum datangnya hari raya.

Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah THR?

Dilansir dari laman sptsk-spsi.org, pemberian THR sebenarnya sudah ada sejak tahun 1950. Namun, saat itu hanya pegawai negri sipil (PNS) yang berhak menerima bonus ini.

Baca juga: H-1 Lebaran, 1.529 Perusahaan Diadukan Tak Bayar THR Sesuai Aturan

Sementara itu, buruh belum menerima THR di hari raya. Adapun kebijakan memberikan THR kepada PNS diawali dari Kabinet Soekiman Wirjosandjojo yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri dari Masyumi.

Laman setkab.go.id mencatat bahwa Soekiman memimpin Kabinet Soekiman pada 27 April 1951-3 April 1952 dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian.

Selama memimpin kabinet, Sukiman mencanangkan program kerja bahwa kesejahteraan pegawai atau aparatur negara harus meningkat.

Dari sana, Sukiman mengeluarkan kebijakan bahwa PNS atau dulunya disebut pamong pradja mendapatkan tunjangan sebelum hari raya.

Pemberian THR kepada PNS dimungkinkan karena kondisi perekonomian Indonesia sedang stabil sehingga pemerintah berani mengambil kebijakan ini.

Pada saat itu, besaran THR yang diberikan kepada PNS sebanyak Rp 125-Rp 200 yang saat ini diperkirakan setara dengan gaji pokok pegawai.

Kebijakan memberikan THR bagi PNS mendapat protes dari buruh atau karyawan swasta.

Mereka juga menuntut mendapatkan bonus hari raya atau THR seperti yang diberikan Pemerintah kepada PNS.

Sebagai wujud protes dan tuntutan agar buruh juga mendapat THR, buruh kemudian melakukan aksi mogok kerja pada 13 Februari 1952 agar tuntutannya dipenuhi Pemerintah.

Pada saat itu awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji.

Kemudian, kabinet Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri kedelapan Indonesia, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com