Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkembangan "Artificial Intelligence" ibarat Pisau Bermata Dua

Kompas.com - 17/05/2023, 12:35 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan pesat teknologi ibarat pisau bermata dua. Teknologi bisa meberikan banyak keuntungan, namun juga bisa memberikan dampak buruk. Misalnya perkembangan teknologi dalam bidang kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Kamar Dagang Industri (Kadin) mengungkapkan, pesatnya pertumbuhan teknologi otomasi dalam era revolusi industri 4.0 yang diikuti dengan kurangnya keterampilan sumber daya manusia (SDM), menjadi ancaman tersendiri bagi para tenaga kerja.

Kadin memprediksi, dengan semakin masifnya adopsi teknologi otomasi seperti Artificial Initeligent (AI), sebanyak 23 juta pekerjaan diprediksi akan hilang pada 2030.

Baca juga: Artificial Intelligence Belum Akan Gantikan Peran Manusia, Ini Sebabnya

Head of Digital Vertical Ecosystem PT Telkom Indonesia Sri Safitri mengungkapkan, setiap teknologi akan berdampak terhadap kemanusiaan baik sisi positif dan negatif. Dampak positifnya adalah pekerjaan lebih cepat, pengalaman pelanggan lebih baik, sementara negatifnya akan banyak pekerjaan yang hilang.

Walau demikian, kata dia, di balik adanya hilangnya pekerjaan, ada juga pekerjaan baru yang muncul.

"Contoh waktu ada taksi, yang kehilangan pekerjaan adalah supir delman. Wah supir delman saat itu takut, keriuhan. Tapi ternyata para delman itu mendaftar jadi supir taksi atau mereka jadi supir ojek," ujarnya dalam acara peluncuran buku "ABCD....X:Xperience Matters, Teknologi untuk Peradaban Digital" di Jakarta, Senin (15/5/2022).

Baca juga: Artificial Intelligence Bantu Pemasaran Perusahaan Lebih Efisien


Selain itu, dia juga mencontohkan dengan adanya AI kemungkinan akan ada pilot yang bersifat automasi. Dalam hal ini dia menjelaskan, pilot tidak lagi berfungsi sebagai pembawa pesawat secara langsung namun masih tetap dibutuhkan sebagai seseorang yang bertanggung jawab memastikan segala keamanan pesawat.

"Jadi memang ada pekerjaan-pekerjaan baru yang tecipta. AI itu membantu manusia menjadi produktif. Perlu diingat dalam artificial intelligent itu ada kata art yang mana art itu berarti manusia. Kalau tidak ada manusia, artificial intelligent tidak bisa berjalan," jelas Safitri.

Masyarakat harus siap

Ia menilai masyarakat Indonesia harus siap dengan hadirnya AI. Namun kehadiran AI bukan hanya dilihat dari perspektif kesiapan semata, namun juga dilihat dari perspektif cara mengatasi masalah.

"Siap enggak siap mesti siap. Kadang-kadang kita berfikir enggak siap deh. Padahal itu kekhawatiran kita saja. Dulu waktu Gojek dibuat, semua orang diwajibkan punya gadget. Kebanyang enggak sih semua orang pakai aplikasi? Harus punya gadget? Menerima order? Siap enggak mereka? Kalau dipikirkan siap enggak siap, enggak akan kefikiran tuh mendirikan Gojek," ungkap Safitri.

Baca juga: Perusahaan Yenny Wahid Gandeng ETCO Oman Kembangkan Bisnis Artificial Intelligence

Oleh sebab itu menurut dia, untuk menghadapi perkembangan teknologi, seseorang harus memiliki ilmu yang banyak, mau belajar, dan menerima perkembangan teknologi itu sendiri.

Sementara itu dari kacamata pendidik, Rektor Universitas Telkom Adiwijaya mengatakan kehadiran AI bukan menghanguskan pekerjaan namun hanya menghanguskan jenis pekerjaannya saja.

Oleh sebab itu, dia sebagai tenaga pendidik menyarankan kepada mahasiswa bukan lagi hanya memiliki soft skill, namun jauh dari itu seorang mahasiswa juga harus mampu memiliki problem solving yang bisa menemukan solusi yang tepat dari sebuah permasalahan.

"Soft skill enggak bisa digantikan dengan AI dan itu sejalan dengan axperience atau pengalaman dalam hal pembelajaran sepanjang hayat, karakter, pemahanam secara keseluruhan dan bagaiamana menghadapi sebuah masalah dan mencari solusi yang tepat," kata dia.

Baca juga: Mentan: Kita Harus Kelola Pertanian Berbasis Artificial Intelligence

"Pun dengan pengetahuan, bukan sekadar knowledge bisa atau tidak tapi bagaimana cara generatednya," sambung Adiwijaya.

Selain itu Adiwijaya juga mengatakan, mahasiswa harus bisa berkolaborasi atau bekerja sama dengan tim. Sebab ada beberapa kasus atau kondisi bahwa permasalahan itu tidak bisa diselesaikan oleh satu orang saja.

Adiwijaya menambahkan, hal ini juga sudah diterapkan di Universitas Telkom yang telah mewajibkan mahasiswanya untuk magang di industri, memiliki program gladi, dan berbagai program lainnya.

"Sehingga ketika para mahasiswa mengerjakan Tugas Akhir, mereka bisa mengerjakan yang real problem di industri tadi sehingga ketika lulus, dan bekerja mereka bisa lebih menyelesaikan permasalahan dengan cepat karena sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan tersebut," pungkasnya.

Baca juga: Mudahkan Berbelanja, Aplikasi Fashion Yuna Gunakan Artificial Intelligence

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com