Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
CIRCULAR ECONOMY

Masyarakat Perlu Mewaspadai Perusahaan yang Mengeklaim Ramah Lingkungan dengan Menerapkan Greenwashing

Kompas.com - 22/05/2023, 12:07 WIB
Aningtias Jatmika,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – World Population Review 2021 menyebut Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sampah plastik di lautan terbesar di dunia setelah Filipina, India, Malaysia, dan China.

Ironisnya, perbandingan jumlah penduduk dan sampah plastik yang dihasilkan Indonesia lebih besar ketimbang China.

Dengan penduduk sekitar 275 juta jiwa pada 2021, Indonesia menghasilkan sampah plastik di lautan hingga 56.333 ton. Di sisi lain, China dengan populasi penduduk lebih dari satu miliar jiwa, menyumbang 70.707 ton sampah plastik ke lautan.

Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun. Adapun 5 persen atau 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik.

Dari angka tersebut, produk air minum dalam kemasan (AMDK) bermerek menyumbang 226.000 ton atau 7,06 persen timbulan.

Sementara itu, sebanyak 46.000 ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek adalah sampah gelas plastik.

Baca juga: Ini Alasan Ahli Ingin Air Minum Dalam Kemasan Diberi Label BPA

Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) serta anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional Saut Marpaung menilai, dalam operasional sehari-bari, sampah plastik kemasan kecil tidak memiliki nilai bagi industri daur ulang.

“Oleh sebab itu, material tersebut menjadi persoalan sampah sesungguhnya. Sebab, (sampah itu) mudah tercecer dan menambah timbulan sampah,” ujar Saut dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (18/5/2023).

Sementara itu, pegiat lingkungan dari organisasi Net Zero Waste Consortium Ahmad Safrudin mengatakan, reputasi Indonesia terpuruk di mata dunia akibat sampah kemasan saset, gelas, sedotan, serta botol plastik bekas AMDK yang dibuang di darat, sungai, dan laut.

“Industri seolah merasa tak berdosa menggunakan produk plastik. Bahkan, mereka melakukan praktik greenwashing,” ujar Ahmad.

Dilansir dari Earth.org, greenwashing dinilai sekadar konsep pemasaran untuk menghemat pengeluaran perusahaan atau dengan kata lain menambah profit. Perusahaan yang memasarkan diri mereka sebagai industri "ramah lingkungan" menggunakan metode tersebut tidak benar-benar meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dari seluruh aktivitas terkait operasional bisnis mereka.

Lebih lanjut, greenwashing dinilai sebagai metode pemasaran yang "menipu" untuk mendapatkan dukungan konsumen terhadap bisnis mereka ketimbang mengajak konsumen untuk peduli terhadap lingkungan.

Istilah "greenwashing" sendiri dipopulerkan oleh ahli lingkungan Jay Westerveld dalam sebuah esai (1986). Lewat esai itu, dia mengkritik gerakan "menghemat handuk" yang dilakukan industri perhotelan.

Baca juga: Apa Saja Kandungan Air Mineral yang Disebut Sehat untuk Tubuh?

Westerveld memperhatikan banyak limbah yang dia temukan di seluruh hotel yang menerapkan greenwashing. Bahkan, tidak ada tanda-tanda upaya yang dilakukan pihak hotel untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Menurut dia, hotel hanya mencoba untuk mengurangi biaya dengan tidak harus mencuci handuk terlalu banyak, tetapi mencoba memasarkan hal itu sebagai upaya ramah lingkungan.

Mewaspadai praktik greenwashing di Indonesia

Kampanye greenwashing juga banyak digaungkan oleh beragam perusahaan di Indonesia. Tak hanya sektor perhotelan, masyarakat harus jeli terhadap perusahaan AMDK sebagai salah satu penyumbang sampah plastik terbesar yang turut mempraktikkannya.

Ilustrasi air minum dalam kemasan.Shutterstock/yanik88 Ilustrasi air minum dalam kemasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Whats New
OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan Buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan Buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

Whats New
Pj Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran yang Gerak Cepat Atasi Permasalahan Petani

Pj Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran yang Gerak Cepat Atasi Permasalahan Petani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com