Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepastian Impor KRL Bekas Tunggu Keputusan Luhut

Kompas.com - 25/05/2023, 11:19 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepastian impor KRL bekas sebentar lagi akan menemui titik terang. Setelah sebelumnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mempertimbangkan impor KRL bekas meski Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak merekomendasikan usulan impor KRL dari PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

Untuk menyelesaikan polemik impor KRL tersebut, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, tinggal menunggu keputusan final dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves).

"Sekarang kita nunggu Pak Luhut keputusannya sepeti apa. Kan koordinasi kami kan kementeriannya ada di tempat Pak Luhut," ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/5/2023).

Baca juga: Soal Impor KRL, Luhut: Saya Lebih Setuju Buatan Dalam Negeri

Sementara terkait berapa jumlah KRL yang akan diimpor dari Jepang, dia tidak dapat memastikannya karena ini menjadi wewenang Kementerian BUMN dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku induk perusahaan KCI.

"Itu juga sudah kita bicarakan dengan KAI, surat juga sudah disampaikan," kata Adita.

Kemenhub, kata dia, hanya ingin memastikan aspek keselamatan penumpang dan keberlangsungan layanan KRL berjalan dengan baik.

Pasalnya, seiring berjalannya waktu, tren penumpang KRL terus bertambah sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan jika armada KRL terus berkurang karena harus dipensiunkan.

"Jadi kalau dari kami prinsipnya selama aspek keselamatan dijaga, keberlangsungan layanan bisa dilanjutkan, kita tetap juga bisa mengamokodir jika akan dilakukan impor untuk menjadi solusi sementara sebelum nanti yang INKA itu sudah selesai," ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, pihaknya berencana mengajukan impor darurat. Nantinya, pengadaan impor akan tetap menggunakan dana KCI.

Adapun jumlah KRL yang akan diimpor sebanyak 10-12 rangkaian kereta (trainset) di 2023. Sebab tahun ini ada 10 trainset KRL yang harus dipensiunkan.

Meski begitu, Tiko menekankan, impor ini hanya bersifat sementara karena kondisi yang darurat membutuhkan pengadaan KRL. Tiko bilang, retrofit membutuhkan waktu yang tidak singkat, begitu pula dengan pembuatan kereta baru oleh INKA.

"Jadi ini bukan impor permanen, karena semangatnya pemerintah mau dorong TKDN (tingkat komponen dalam negeri). Ini izin impornya benar-benar darurat," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (12/4/2023).

Pihaknya akan mendiskusikan rencana impor KRL bekas darurat itu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.

Baca juga: Luhut Rayu Perusahaan Fiberglass China Bangun Pabrik di Indonesia

Menurut Tiko, impor KRL bekas dibutuhkan karena jumlah armada yang laik beroperasi sudah tak cukup lagi untuk menampung penumpang yang terus bertambah.

Apalagi jumlah penumpang KRL pada jam sibuk (peak hour) sangat penuh yakni jam 6-8 pagi dan 5-6 sore, sampai penumpang harus berdesak-desakan di dalam gerbong.

"Kita kaget trafik melonjak luar biasa, sementara kalau kita dorong INKA untuk retrofit (perbaikan KRL) butuh waktu," kata dia.

Tiko mengatakan, KRL bekas yang akan diimpor dari Jepang memiliki spesifikasi yang baik. Namun, kendalanya ada pada perizinan impor saja.

Baca juga: Soal Impor KRL, Luhut: Saya Lebih Setuju Buatan Dalam Negeri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com