Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Dunia Naik Ditopang Kesepakatan Plafon Utang AS

Kompas.com - 30/05/2023, 08:29 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia naik tipis pada akhir perdagangan Senin (29/5/2023) waktu setempat atau Selasa pagi WIB, setelah para pemimpin Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan plafon utang tentatif.

Kesepakatan itu diyakini akan mencegah gagal bayar AS, negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yang sekaligus konsumen minyak utama dunia.

Kendati begitu kenaikan harga minyak tersebut tertahan oleh kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) lebih lanjut.

Baca juga: Perusahaan Grup Salim Didenda Rp 40,88 Miliar dalam Kasus Dugaan Kartel Minyak Goreng

Mengutip CNBC, harga minyak mentah Brent naik 0,9 persen atau 66 sen AS menjadi  77,61 dollar AS per barrel. Sementara harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1 persen atau 75 sen AS ke level 73,42 dollar AS per barrel.

Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy pada akhir pekan kemarin, membuat kesepakatan untuk menangguhkan plafon utang 31,4 triliun dollar AS dan membatasi pengeluaran pemerintah untuk dua tahun ke depan.

Kedua pemimpin menyatakan keyakinannya bahwa anggota partai Demokrat dan Republik akan memberikan suara untuk mendukung kesepakatan tersebut.

Tercapainya kesepakatan yang membuat AS bisa menghindari gagal bayar telah mempengaruhi minat investor untuk berinvestasi di aset berisiko, seperti komoditas. Hal ini membuat harga minyak mentah terkerek.

Kendati demikian, analis menilai dorongan harga minyak dari kesepakatan utang AS tersebut akan berumur pendek. Lantaran, adanya kemungkinan The Fed kembali menaikkan suku bunganya.

Baca juga: Alasan Pemerintah Belum Bisa Turunkan Harga BBM Subsidi

The Fed diproyeksi menaikkan suku bunganya pada Juni mendatang, seiring dengan laju inflasi AS yang masih tinggi. Kenaikan ini bisa semakin melemahkan perekonomian dan mempengaruhi permintaan minyak.

"Tingkat AS yang lebih tinggi adalah pukulan untuk permintaan minyak mentah," ujar Tony Sycamore, Analis IG yang berbasis Sydney, Australia.

Selain kebijakan suku bunga, investor juga akan mengamati data manufaktur dan jasa di China, importir minyak terbesar di dunia.

"Pemulihan ekonomi yang bergelombang di China membebani pasar minyak," kata Analis CMC Markets, Tina Teng.

Investor akan mengamati pula data penggajian non-pertanian AS yang bakal dirilis pada Jumat pekan ini. Data ini akan menjadi sinyal pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Tergelincir Usai Rusia Mengecilkan Potensi Pemangkasan Produksi OPEC+

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com