Oleh: Ramos Mangihut Yemima S. dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Setiap orang tentu menginginkan lingkungan kerja yang membangun dan sehat. Dalam menciptakan lingkungan kerja yang ideal, ada peranan penting pemimpin di dalamnya.
Namun, bagaimana jika pemimpin tidak dapat menciptakan lingkungan kerja yang baik? Padahal, ketidaknyamanan sendiri akan berdampak besar bagi performa perusahaan.
Hal serupa juga dibahas oleh Business Coach, Tom MC Ifle, dalam siniar CUAN episode “10 Tanda Toxic Leadership” dengan tautan akses s.id/CUANToxic. Tom berbicara tentang toxic leadership dan sifat-sifatnya yang berpotensi mempengaruhi masa depan bisnis.
Melansir Leadership Forces, toxic leadership adalah sosok pemimpin dengan sifat berbahaya yang dapat melukai anggota tim, perusahaan, dan bahkan orang lain di sekitarnya.
Toxic leadership memiliki pengaruh buruk yang sangat besar. Dilansir dari LinovHR, pemimpin yang toxic sangat mungkin menciptakan kondisi tim yang penuh konflik dan tidak kondusif.
Hal ini dapat terlihat dari kurangnya komunikasi yang jelas antara karyawan, perlambatan kinerja tim, dan hal-hal negatif lainnya.
Sangat disayangkan jika sebuah tim berisi anggota-anggota kompeten, harus terhambat kinerjanya karena pemimpin yang tak dapat memposisikan dirinya. Itu sebabnya, pemutusan rantai negatif harus segera dilakukan supaya tercipta lingkungan kerja yang suportif.
Lingkungan kerja yang tak sehat tercipta dari pemimpin yang toxic. Oleh karena itu, harus ada kewaspadaan terhadap sifat-sifat negatif itu supaya terhindar dari kehidupan kerja yang melelahkan.
Baca juga: Kekerasan di Tempat Kerja, Penyebab dan Cara Menghadapinya
Dilansir dari BetterUp, ciri-ciri toxic leadership yang destruktif antara lain sebagai berikut.
Pemimpin yang toxic kerap kali menolak diberikan feedback atau kritik baik dari rekan kerjanya maupun anggota tim. Ketidakmampuan pemimpin mengolah masukan berpotensi menimbulkan sifat otoriter dalam bekerja.
Misal, pada saat rapat bulanan, ada anggota tim ingin menyampaikan kritik terkait strategi penjualan bulan lalu yang dianggap kurang efektif. Namun, alih-alih menerima, pemimpin bersikap defensif karena menganggap kritik tersebut menyerang keputusannya sebagai orang dengan kekuasaan tertinggi.
Pemimpin yang toxic selalu bersikap egois dan selalu mementingkan pencapaian dirinya sendiri.
Contoh, ketika sebuah divisi dalam suatu perusahaan berhasil mencapai target yang ditentukan, pemimpin toxic akan langsung mengklaim kesuksesan tersebut karena usahanya sendiri, bukan karena usaha bersama.
Pemimpin toxic tidak pernah memberikan instruksi yang jelas, selalu berbohong, dan mengadu domba karyawan ketika terjadi sebuah kesalahan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.