Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratifikasi Statuta Roma

Kompas.com - 11/12/2008, 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah masih belum meratifikasi beberapa instrumen hak asasi manusia internasional yang penting. Pemerintah dinilai masih ”berutang” ratifikasi, seperti yang menjadi komitmen pemerintah dalam Rencana Aksi Nasional HAM tahun 2004-2009.

Sejumlah ratifikasi yang belum dilakukan adalah Statuta Roma akan Pengadilan Pidana Internasional (seharusnya diratifikasi tahun 2008), Konvensi Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (seharusnya diratifikasi 2005), Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (seharusnya diratifikasi 2007), Protokol Opsional Konvensi Antipenyiksaan (seharusnya diratifikasi 2008), dan Protokol Opsional Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (seharusnya diratifikasi 2005).

Hal ini tertuang dalam evaluasi penegakan HAM dan catatan peringatan 60 tahun Deklarasi Universal HAM yang dirilis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di Jakarta, Rabu (10/12).

Koordinator Kontras Usman Hamid menyatakan, tahun 2008 adalah tahun terakhir bagi pimpinan Indonesia yang terpilih dalam Pemilu 2004 untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, yang masih menggantung. Tahun 2009 dipastikan tak sempat lagi karena dipastikan politisi dan pemerintah akan berkonsentrasi pada pemilu.

Masih dimungkinkan adanya langkah penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. ”Tetapi, kesan yang timbul, semua itu tidak lepas dari upaya membentuk citra politik. Apalagi, menjelang Pemilu 2009,” kata Usman.

Secara terpisah, Rabu, Pejabat Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam) Asmara Nababan menyatakan, Elsam merekomendasikan DPR dan pemerintah harus mengambil langkah sesegera mungkin untuk melakukan harmonisasi seluruh UU dengan UU hasil ratifikasi tentang Konvensi Hak Sipil dan Politik serta Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jika pemerintah dan DPR tidak melakukannya, seluruh kebijakan dalam bidang HAM hanya menjadi diplomasi semata.

Penjelasan ini meralat berita Kompas, Rabu lalu, yang menyatakan perlunya ratifikasi Konvensi Sipol dan Ekosob.

Secara terpisah, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menagih komitmen Presiden Yudhoyono dalam penegakan HAM. Masih berlakunya impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM, dan tidak berfungsinya institusi negara dalam penegakan HAM, harus menjadi perhatian serius Presiden.

Koordinator Human Rights Working Group Rafendi Djamin mendesak pemerintah untuk mempersiapkan berbagai infrastruktur implementasi konvensi pokok dan kovenan utama HAM. DPR juga harus menjamin agar penyusunan regulasi di daerah tidak melanggar norma HAM.

Sedangkan Direktur Program Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan menyesalkan dijadikannya pelanggaran HAM sebagai komoditas politik oleh DPR dan pemerintah.(vin/idr/mzw)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kilas Balik Kereta Cepat, Minta Konsesi 50 Tahun, tapi Ditolak Jonan

Kilas Balik Kereta Cepat, Minta Konsesi 50 Tahun, tapi Ditolak Jonan

Whats New
Pelaku Industri Tembakau Sedih, Produknya Menuai Banyak Larangan untuk Dipasarkan

Pelaku Industri Tembakau Sedih, Produknya Menuai Banyak Larangan untuk Dipasarkan

Whats New
Catatkan Kinerja Solid, Laba BSI Melesat 32,41 Persen pada Kuartal II 2023

Catatkan Kinerja Solid, Laba BSI Melesat 32,41 Persen pada Kuartal II 2023

Whats New
Cara Cek Keaslian Meterai Elektronik secara Online

Cara Cek Keaslian Meterai Elektronik secara Online

Whats New
Bali Commitment, Saatnya 'Gaspol' Kejar Target Produksi Migas

Bali Commitment, Saatnya "Gaspol" Kejar Target Produksi Migas

Whats New
Bermalam di IKN, Sri Mulyani: Merdu Suara Serangga dan Jangkrik...

Bermalam di IKN, Sri Mulyani: Merdu Suara Serangga dan Jangkrik...

Whats New
Ekonom: Proyek Kereta Cepat Masuk Kategori Jebakan Utang China

Ekonom: Proyek Kereta Cepat Masuk Kategori Jebakan Utang China

Whats New
 United Tractors Selesaikan Pengambilan 19,9 Persen Kepemilikan Saham di Nickel Industries Limited

United Tractors Selesaikan Pengambilan 19,9 Persen Kepemilikan Saham di Nickel Industries Limited

Whats New
Jelang Akhir Pekan, Harga Emas Antam Turun Rp 3.000 Per Gram

Jelang Akhir Pekan, Harga Emas Antam Turun Rp 3.000 Per Gram

Earn Smart
Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Bentuk Task Force, Indonesia dan Jepang Percepat Pengembangan Transisi Energi di Kalimantan

Bentuk Task Force, Indonesia dan Jepang Percepat Pengembangan Transisi Energi di Kalimantan

Whats New
Beasiswa KJMU 2023 Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Beasiswa KJMU 2023 Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Pemilu Bukan Halangan untuk Berinvestasi di Sektor Hulu Migas

Pemilu Bukan Halangan untuk Berinvestasi di Sektor Hulu Migas

Whats New
Didukung Subsidi dari Pemerintah, Permintaan Motor dan Sepeda Listrik United Bike Melonjak

Didukung Subsidi dari Pemerintah, Permintaan Motor dan Sepeda Listrik United Bike Melonjak

Whats New
 IHSG Melaju di Zona Hijau Pagi Ini, Rupiah Melemah

IHSG Melaju di Zona Hijau Pagi Ini, Rupiah Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com