JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu modus yang dilakukan untuk menghindari pajak, yakni transfer pricing di Indonesia, diperkirakan bernilai Rp 1.200 triliun. Dengan demikian, pajak yang tidak disetor ke kas negara bisa mencapai Rp 120 triliun atau setara dengan 10 persen.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achsanul Qosasi mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Selasa (20/4/2010), dalam Rapat Kerja dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Mohammad Tjiptardjo, serta Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata.
Menurut Achsanul, perusahaan yang melakukan transfer pricing kerap melakukan rekayasa keuangan dengan melaporkan margin usaha sebesar 6-8 persen. Namun, margin yang diperoleh sebenarnya mencapai 48 persen.
"Alasan perusahaan itu adalah mereka harus membiayai proses pemasaran di luar negeri sehingga margin yang dilaporkan di dalam negeri jauh lebih rendah dibandingkan margin usaha yang diperoleh sebenarnya di luar negeri," ungkapnya.
Atas dasar itu, Achsanul mengusulkan agar di Direktorat Jenderal Pajak dibentuk satu direktorat khusus yang mengelola transfer pricing. "Semua pusat perusahaan dibentuk di Singapura, sedangkan barang sudah masuk di dalam negeri. Jadi ini adalah masalah serius," ungkapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.