JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan memastikan seluruh importir film akan mendapatkan perlakuan sama, termasuk dibebani denda akibat keterlambatan membayar kewajiban kepabeanan atau perpajakan lain, disamping tunggakkan pokoknya. Catatan Kementerian Keuangan menunjukkan ada importir yang mendapatkan denda maksimal, yakni 1.000 persen dari tagihannya karena melaporkan nilai pabean yang lebih rendah 100 persen dari yang seharusnya, atau sama sekali tidak melaporkan nilai pabean.
"Angkanya (tunggakan importir) serem. Namun, saya memang melihat ada yang perlu dikaji ulang dalam hal penetapan denda ini, karena mungkin terlalu tinggi, bisa ada yang dibebani 400 persen atau bahkan maksimal 1.000 persen. Akan tetapi, untuk tunggakan yang ada sekarang, seluruhnya wajib dipenuhi terlebih dahulu," tegas Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo di Jakarta, Kamis (24/2/2011).
Menurut Agus, masalah tunggakan dalam industri film adalah masalah kecil dibandingkan masalah yang terjadi pada seluruh industri nasional. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan sudah membicarakan ada sembilan industri yang perlu diperjelas mekanisme pemajakannya.
"Kami membicarakan sembilan industri itu yang harus jelas, dan kami juga membahas kemungkinan adanya pajak impor yang ditanggung pemerintah. Kemungkinan itu telah saya minta untuk dikaji. Jadi pada akhirnya nanti, yang akan kami urus bukan hanya satu industri, yakni film itu saja," katanya.
Sebagai contoh dalam industri film nasional, bagian yang harus diperjelas adalah masalah penetapan nilai pabean film impor. Selama ini, importir hanya menetapkan nilai pabean (yang menjadi dasar pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai/PPN, dan Pajak Penghasilan/PPh pasal 22) adalah panjang rol film, yakni 0,43 dollar AS per meter.
Padahal sebagai sebuah karya cipta, film memiliki keunikan dibandingkan barang yang lain. Selain membayar ketiga pungutan tadi, importir film juga harus memperhitungkan nilai pabean yang didasarkan atas hak ciptanya, yakni berdasarkan royalti yang dibayarkan kepada produsen film di luar negeri. Atas dasar ini, importir dikenakan lagi bea masuk sebesar 10 persen, PPN 11 persen, dan PPh pasal 26 sebesar 2,75 persen, atau total 23,75 persen.
Jika perhitungan pungutan itu hanya didasarkan atas panjangnya rol film, maka satu judul film hanya perlu menyetor Rp 13 juta, per salinan film. Padahal, satu film bisa mencapai 60.000 dollar AS.
"Saya tahu kalau ada denda memang menakutkan, makanya kami sedang menata kembali. Ayo kita perbaiki ke depan. Namun sekarang, dia (importir) tetap harus datang dulu ke Kemenkeu. Lapor ke Bea dan Cukai, lalu kita selesaikan bersama," kata Agus.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.