Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memikirkan Indonesia Punya Kereta Peluru Supercepat

Kompas.com - 02/04/2013, 10:34 WIB
Fikria Hidayat

Penulis

Pada 23-27 Maret 2013, PT KAI mengirim 105 karyawan berprestasi untuk mengikuti studi banding ke Beijing dan Shanghai, China. Karyawan yang dikirim mulai dari pemeriksa rantai gerbong, pemeriksa rel, masinis, mekanik, pegawai tiket, satpam, supervisor, hingga manajer. Berikut catatan Kompas.com yang mengikuti perjalanan studi mereka.

(Bagian 2)

BEIJING, KOMPAS.com — Pukul 09.30, pramugari mengumumkan kereta peluru supercepat atau China Railway High-Speed siap berangkat dari Beijing South Railway Station. Pintu otomatis menutup, disusul suara kereta yang mendengung memulai perjalanan menuju Stasiun Tianjin, di Distrik Hedong, Hebei, China.

Di antara ratusan penumpang kereta, terdapat rombongan karyawan PT KAI yang tengah mengikuti studi banding perkeretaapian. Sejak awal, mereka sudah dibuat kagum ketika mendekati kereta hingga menginjakkan kaki langsung di dalam gerbong kereta.

Saat kereta mulai melaju, dari tengah gerbong terdengar komentar, "Luar biasa, akselerasinya sangat cepat," kata seorang karyawan KAI disambut oleh yang lainnya sambil melihat papan digital yang menginformasikan kecepatan kereta.

Kereta listrik asli bikinan bangsa China ini meluncur dengan kecepatan 300 kilometer per jam. Beijing-Tianjin yang berjarak sekitar 120 kilometer hanya ditempuh dengan waktu 30 menit, pas sangat tepat waktu. Harga tiket yang harus dibeli ialah 54.50 yuan atau sekitar Rp 85.000 per penumpang.

Tour leader, Rivan, mengatakan bahwa kecepatan maksimal kereta sebenarnya bisa mencapai 350 kilometer per jam. Berdasarkan catatan Kompas, kereta yang dikelola China South Locomotive and Rolling Stock Corporation Limited (CSR) pernah membukukan kecepatan 486 kilometer per jam saat uji coba pada 2011.

Namun, buntut dari peristiwa tabrakan Juli 2011 yang menewaskan 39 penumpang dan 200 penumpang luka-luka, kereta tidak boleh dioperasikan dengan kecepatan maksimal 300-350 kilometer per jam. Pemerintah China membatasi kecepatannya harus di bawah 300 kilometer per jam.

Biarpun kecepatan yang dirasakan rombongan studi hanya maksimal 300 kilometer per jam, mereka menilainya sudah sangat cepat jika dibandingkan dengan kereta api di Indonesia yang hanya bisa mencapai 70-100 kilometer per jam.

Rombongan tak hentinya berdiri memelototi dan memotret papan digital di pojok gerbong yang terus menginformasikan perubahan kecepatan kereta. Ulah mereka tentu menarik perhatian penumpang lokal lainnya. Maklum, karyawan KAI sendiri baru kali ini merasakan kereta peluru supercepat.

Interior gerbong didesain modern dengan konstruksi material plastik dan fiber karbon sehingga suara bising dari luar tidak terdengar.

Tempat duduk nyaman layaknya dalam kabin pesawat. Penumpang yang ingin minum bisa mendapatkan layanan air gratis yang bisa diambil sendiri di mesin penyaji yang ada di tiap gerbong. Seorang petugas wanita dengan sigap menginformasikan fasilitas tersebut.

Masih rencana

Hari berikutnya, rombongan PT KAI menjajal kereta peluru supercepat rute Beijing-Shanghai sejauh 1.318 kilometer. Rute yang sebanding dengan jarak Jakarta-Lombok itu hanya ditempuh dalam tempo lima jam. Setiap penumpang dikenai tiket seharga 553 yuan atau sekitar Rp 867.000.

Kereta hanya berhenti sebentar di dua stasiun. Sepanjang perjalanan kereta meluncur menggunakan jalur khusus kereta listrik cepat di jalan layang bebas hambatan. Di area rawan dan terbuka, jalur diberi pagar sehingga kereta aman dari pengendara lain bahkan hewan yang melintas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemehub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com