Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU Menemukan Bukti Awal Kartel Bawang Putih

Kompas.com - 04/04/2013, 08:06 WIB

JAKRTA, KOMPAS.com  Setelah memanggil dan meminta keterangan dari lima perusahaan importir bawah putih, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku sudah mengantongi bukti-bukti yang menguatkan indikasi praktik kartel dalam bawang putih.

KPPU memastikan terdapat praktik jual-beli kuota yang dikendalikan oleh 12 perusahaan importir bawang putih. Ketua Bidang Pengkajian KPPU Munrokhim Misanam menyebutkan, dari 114 perusahaan importir bawang yang memiliki rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH), hanya 12 perusahaan yang mengendalikan pasokan. "Sekitar 102 perusahaan importir bawang putih hanya menjual kuota yang mereka miliki kepada 12 perusahaan importir pelaku kartel," katanya, Rabu (3/4/2013).

Munrokhim menjelaskan, dengan peran seperti ini, ke 12 perusahaan itu bisa menahan bawang impor untuk kemudian menjual ke pasar ketika harga sudah melambung tinggi. KPPU menghitung, satu kontainer bawang putih dijual seharga Rp 40 juta sampai Rp 60 juta. Satu kontainer berisi sekitar 25 ton bawang putih atau Rp 24.000 per kilo.

Padahal, dengan asumsi perusahaan importir pemilik izin menjual sekitar 100 kontainer, ada uang terkumpul mencapai Rp 6 miliar. Bisa dibayangkan keuntungan mereka saat menjual bawang ke pasar dengan harga Rp 60.000–Rp 70.000 sepeti yang terjadi beberapa pekan lalu.
Munrokhim menyatakan KPPU sulit menyatakan ke 12 perusahaan itu bersih dari oligopoli sehingga ketika ada kesepakatan bersama alias persekongkolan, terjadilah monopoli yang mampu mengendalikan harga pasar.

Hanya, "wasit" persaingan usaha tidak sehat ini mengaku belum mendapatkan bukti kuat yang menunjukkan 12 importir ini berasal dari satu grup. "Yang pasti mereka bekerja sama untuk cari untung dan merugikan rakyat," tandas Munrokhim.

Status pemeriksaan
KPPU juga memastikan pada dua pekan ke depan akan menaikkan status penyelidikan impor produk bawang putih menjadi pemeriksaan. Setelah itu, proses sidang KPPU akan berjalan dan hasilnya berupa rekomendasi yang ditujukan kepada penegak hukum.
Menanggapi dugaan kartel ini, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi belum mau memberikan komentar. Saya perlu melakukan konfirmasi terlebih dahulu," kilahnya.

Bachrul menyatakan, pemerintah memastikan setiap perusahaan yang masuk dalam importir terdaftar (IT) dan telah mengantongi RIPH dari Kementerian Pertanian berarti sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Jadi, kecil kemungkinan ada perusahaan importir bodong bisa mendapatkan IT dan RIPH.

Kemendag mengklaim secara rutin melakukan verifikasi ulang setelah IT, RIPH, dan surat persetujuan impor (SPI) diterbitkan. Tindakan tegas terhadap importir nakal pun telah dijatuhkan. Sampai saat ini, Kemendag sudah mencabut IT dari satu perusahaan importir yang tidak patuh.
Achmad Ridwan, Sekjen Gabungan Importir Nasional Indonesia, tidak mau menanggapi pernyataan KPPU soal kartel bawang putih. "Masalah kartel biar KPPU saja," ucapnya.

Achmad lebih menyorot buruknya tata niaga bawang oleh pemerintah yang berakibat harga melonjak. Makanya, Ridwan setuju sistem satu pintu dalam tata niaga bawang diterapkan secepatnya. (Arif Wicaksono/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

    Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

    Whats New
    Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

    Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

    Whats New
    Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

    Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

    Whats New
    Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

    Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

    Whats New
    Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

    Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

    Whats New
    Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

    Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

    Whats New
    Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

    Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

    Whats New
    Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

    Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

    Work Smart
    Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

    Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

    Whats New
    Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

    Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

    Whats New
    Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

    Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

    Whats New
    Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

    Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

    Whats New
    Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

    Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

    Whats New
    KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

    KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

    Whats New
    Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

    Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com