Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/06/2013, 07:17 WIB
EditorErlangga Djumena

JAKARTA, KOMPAS.com — PT PLN siap merealisasikan rencana impor listrik dari Serawak, Malaysia. Dalam waktu dekat, perusahaan pelat merah tersebut akan memulai konstruksi jaringan transmisi yang akan tersambung dengan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia sepanjang 86 kilometer.  

Nur Pamudji, Direktur Utama PT PLN, mengatakan, pihaknya telah melakukan penandatanganan kerja sama pembangunan interkoneksi jaringan listrik Kalimantan Barat-Serawak bersama Serawak Energy Berhad (SEB). Jaringan transmisi tersebut akan menggunakan daya 275 kilovolt (kV) dari Bengkayang, Kalimantan Barat, hingga Mambong, Serawak, sepanjang 122 km.

Rinciannya, jaringan transmisi sepanjang 86 km berada di Kalimantan Barat, sedangkan sisanya berada di wilayah Malaysia. PLN sendiri akan membiayai jaringan yang berada di wilayah Indonesia dengan investasi mencapai 110 juta dollar AS. "Kami akan memulai konstruksinya mulai Juni ini," kata Nur Pamudji, akhir pekan lalu.

Rencananya, pembangunan jaringan transmisi akan rampung pada pertengahan 2015. Selanjutnya, Indonesia akan mengimpor setrum sebanyak 50 megawatt (MW) dan akan ditingkatkan menjadi 230 MW selama lima tahun ke depan.

Adapun sumber setrum dari Serawak umumnya dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Wilayah Sabah di Serawak memiliki bendungan yang cukup besar sehingga bisa menghasilkan listrik yang sangat besar. Nur bilang, harga jual beli listrik yang telah disepakati yaitu 9 dollar AS per kilowatt hour (kWh) tanpa ada eskalasi.

Dia mengklaim, impor listrik akan sangat menguntungkan Indonesia. Saat ini, pasokan listrik di Kalimantan Barat baru mencapai 150 MW dengan tingkat rasio elektrifikasi 57,54 persen. Padahal, potensi pertumbuhan ekonomi di sana berkembang pesat dengan adanya industri kelapa sawit maupun rencana pembangunan smelter. "Indonesia akan untung karena pasokan listrik di Serawak cukup tinggi hingga mencapai 6.000 MW," kata Nur.

Fabby Tumiwa, pengamat ketenagalistrikan nasional, mengatakan, kegiatan impor setrum yang akan dilakukan PLN memang akan lebih menguntungkan bagi Indonesia dibandingkan jika perusahaan pelat merah tersebut membangun pembangkit listrik sendiri. "Apalagi kalau sedang beban puncak, bahan bakar dari diesel pasti akan sangat mahal, lebih baik beli dari Malaysia," ujar dia.

Ia menambahkan, besaran investasi senilai 110 juta dollar AS yang digelontorkan PLN untuk jaringan transmisi akan lebih efesien dibandingkan dengan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Menurutnya, duit sebesar itu hanya dapat digunakan untuk membangun PLTU berkapasitas 100 MW dan belum termasuk jaringan transmisinya. (Muhammad Yazid)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+