Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giliran Penunggak Pajak Pertambangan yang Diincar

Kompas.com - 24/06/2013, 10:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah Asian Agri Group, kini Direktorat Jenderal Pajak mengincar perusahaan pertambangan yang diduga menunggak pembayaran pajak. "Nilainya setara Asian Agri," ujar Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sayang, karena masih dalam tahap penyidikan, Yuli enggan menyebut detail perusahaan mana yang ia maksud. Yang jelas perusahaan tersebut bergerak di sektor batu bara dan disangka melakukan penunggakan pembayaran pajak pada periode tertentu.

Di mata kantor pajak, selama ini, pembayaran pajak perusahaan tambang lebih sering bermasalah. Dari data Ditjen Pajak, sektor pertambangan merupakan usaha yang tingkat pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) masih sangat buruk.

Terlebih lagi, banyak perusahaan yang memiliki lahan kuasa pertambangan tak mendaftar sebagai wajib pajak. Ini bisa terjadi lantaran izin usaha pertambangan saat ini diberikan oleh pemerintah daerah setempat.

Selain itu, banyak juga pemilik izin pertambangan tidak mengeksploitasi sendiri tambang mereka. Mereka hanya terima imbalan bersih perusahaan besar tanpa tahu berapa banyak hasil tambang yang telah dikeruk dari lahannya.

Sebagai catatan, sampai 15 Desember tahun lalu, penerimaan pajak penghasilan (PPh) dari sektor pertambangan batu bara mencapai Rp 26,40 triliun. Angka ini sedikit mengalami kenaikan periode yang sama 2011, yakni sebesar Rp 22,92 triliun. Tetapi, porsi dari seluruh penerimaan PPh tahun lalu hanya sekitar 6,59 persen.

Angka penerimaan ini agak mengherankan karena ekspor komoditas batu bara tergolong besar. Setiap tahun rata-rata mencapai  20 miliar dollar AS.

Selain mengejar pengusaha batu bara, Yuli mengatakan, saat ini kasus yang paling banyak ditangani bagian Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak didominasi dugaan faktur pajak fiktif pajak pertambahan nilai (PPN). "Yang paling banyak dari sektor perdagangan dan manufaktur," tambahnya.

Modus operandi yang sering dipakai untuk faktur fiktif adalah mendirikan perusahaan fiktif dan menerbitkan faktur pajak, tetapi tidak didukung transaksi uang dan barang. Perusahaan ini didirikan untuk menjual faktur pajak.

Walaupun jumlah kasusnya cukup banyak, kerugian negara yang berasal dari sektor nilainya kecil sehingga dampaknya belum terlihat.

"Kami fokus ke kasus besar agar dampaknya lebih signifikan," ujar Yuli. Misalnya, kasus dugaan penggelapan pajak oleh PT Asian Agri Grup yang  nilainya Rp 1,5 triliun.

Asian Agri juga sudah membayar sebagian surat ketetapan pajak yang dilayangkan kantor pajak, nilainya sekitar Rp 500 miliar. Penyidik pajak sudah menyerahkan delapan berkas tersangka, selain Suwir Laut. (Anna Suci Perwitasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penjelasan DHL soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Penjelasan DHL soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Stok Lampu Bisa Langka gara-gara Implementasi Permendag 36/2023

Stok Lampu Bisa Langka gara-gara Implementasi Permendag 36/2023

Whats New
IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

Whats New
Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Whats New
Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Whats New
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Whats New
Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Whats New
Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com