Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peliknya Krisis Pangan

Kompas.com - 25/06/2013, 07:23 WIB

KOMPAS.com - Ruang pertemuan di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pertengahan Juni 2013, terasa gerah. Ini memang pertemuan tingkat dunia. Namun, fasilitasnya sangat jauh dari kemewahan karena yang berkumpul kebanyakan petani kecil. Beberapa kipas angin tidak mampu mengusir gerah.

Mereka berkumpul dalam Konferensi Gerakan Petani Sedunia atau ”La Via Campesina”. Muka-muka berpeluh yang mengernyitkan dahi merefleksikan masalah teramat pelik: pangan dan kemungkinan krisis kebutuhan pokok itu ke depan.

Betapa tidak, jumlah penduduk dunia sudah lebih dari 7 miliar orang. Jumlah tersebut diperkirakan menjadi dua kali lipat pada tahun 2050. Itu tantangan yang teramat berat karena para petani juga harus menggandakan produksi pangan. Saat ini saja, krisis pangan sudah mulai terasa.

Setiap malam, satu dari enam penduduk dunia tertidur merintih dengan perut kosong. Sementara itu, tanah para petani dibeli korporasi. Mereka tergusur dari daerahnya untuk menjadi buruh pabrik.

Sebelum tahun 2008, pangan bisa diperoleh dengan mudah dan murah. Namun, setelah itu dunia mulai terenyak. Harga pangan melonjak drastis dan konsumen harus membayar jauh lebih tinggi untuk pangan. Profesi petani pun tidak dilirik generasi muda di pedesaan. Mereka lebih memilih pergi berduyun-duyun ke kota untuk mencari pekerjaan lain.

Lantas, bagaimana bisa dunia menggandakan produksi pangannya jika jumlah petani terus berkurang? Inilah kegentingan masalah pangan yang belum sepenuhnya disadari penduduk dunia. Orang tidak akan paham sebelum dirinya sendiri merasakan kelaparan. Jika tak diatasi sejak dini, krisis pangan akan menjadi bencana global.

Asa sebenarnya terletak pada petani kecil. Kerap dipandang sebelah mata, petani kecil terimpit mesin-mesin industri besar. Padahal, mereka inilah yang harus dilibatkan dalam solusi krisis pangan dunia.

Di dunia saat ini terdapat 500 juta pertanian kecil, dan para pelakunya mampu menopang pangan untuk 2,5 miliar penduduk dunia. Keterlibatan petani kecil sebagai bagian dari pemecahan masalah pangan sebenarnya juga diterapkan untuk mencegah mereka terperosok dalam jurang kelaparan.

Ironi petani yang kelaparan pada kenyataannya memang merupakan satire pahit. Di Indonesia, contohnya, sebanyak 60 persen penerima beras bagi rakyat miskin adalah petani. Jika mereka tidak diberdayakan, krisis pangan akan semakin besar, dan para petani kecil kian menjerit. Langkah lain yang harus dilakukan adalah distribusi pangan harus dibenahi sehingga suplai pangan berkualitas menyentuh masyarakat hingga pedesaan.

Karena itu, sungguh bijak bila masyarakat dunia saat ini mencamkan pernyataan Country Programme Manager Asia and the Pacific Division Programme Management Department, Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) Ron Hartman. ”Semua orang harus sadar betapa mencemaskannya krisis pangan yang bisa terjadi jika kita tidak mengatasinya sejak dini,” kata Ron dengan muka serius. (dwi bayu radius)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Whats New
Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Whats New
Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com