Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/07/2013, 20:34 WIB
                                                                                                                               Oleh Rhenald Kasali
                                                                 (@Rhenald_Kasali)

Kita semua sudah sering mendengar betapa khasiatnya air embun. Untuk menjaga kesehatan,  orang-orang tua kita sering menaruh air di atap genteng agar mendapatkan embun. Air yang didapat dari proses natural itu terjadi setiap hari, dan di pagi hari kita melihat embun jatuh di dedaunan. Indah dan menyejukkan jiwa, menggoda para musisi.

Tinggal di alam yang memiliki kelembapan tinggi  harusnya tak membuat bangsa ini kesulitan mendapatkan air. Kompas (Senin, 8 Juli 2013) di halaman utama menurunkan berita: “Korban (gempa Aceh) alami krisis air bersih.” Ini pasti karena logika lama: “Air mesti diambil dari tanah.” Padahal air bisa diolah dari udara yang lembab, dan teknologinya sudah dipelopori orang Indonesia. Murah, mudah, bersahabat bagi lingkungan, dan sehat.

Tanah Tercemar

Di lain pihak, alam Indonesia mulai tercemar. Dari Sabang hingga Merauke, menembus tanah Pasundan yang kaya air-air terjun yang bening, melewati danau Jikumerasa di Pulau Buru, atau  karang-karang laut di Bunaken. Yang kita temui hanyalah sampah.

Sampah itu terbawa dari pulau ke pulau, terdampar di pantai Kuta, di antara pohon-pohon bakau pesisir Kalimantan. Sementara itu, demam pemakaian pestisida begitu kuat di kalangan petani dan meresap masuk ke dalam tanah. Padahal menurut para ahli, molekul-molekul pestisida jauh lebih kecil dari molekul air sehingga sulit tersaring oleh membran apapun, ia berpotensi lolos, dan bisa ditelan manusia. Bila itu diteruskan, kesehatan berpengaruh pada keturunan.

Kita manusia adalah water creature. Sebanyak 60 persen tubuh kita terdiri dari cairan, 70 persen dari otak, bahkan 80 persen dari darah kita. Korban gempa bisa hidup tanpa makan  sebulan, namun tanpa air, dalam 72 jam otaknya dapat rusak.

Tatkala air di perut bumi semakin diperebutkan dan  terkontaminasi, Tuhan begitu baik  memberikan embun yang mewah. Perhatikanlah, bukan cuma manusia yang berebut air. Hewan, industri, pembangkit-pembangkit listrik, pengeboran minyak, dan seterusnya rakus menyedot air dari perut bumi. Tanah-tanah diperkotaan pun melesek ke bawah, intrusi air laut tak dapat dihindarkan.

Air Farmasi

Seorang teman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian dan menemukan manfaat besar dari air embun yang sering kita baca dalam Al-Qur’an maupun Injil. Ia menemukan air ini memiliki molekul yang khas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com