"Kenaikan BI Rate yang dimaksudkan untuk mempertahankan nilai tukar rupiah dan menyikapi lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ini, tentu akan memiliki dampak yang begitu besar dan panjang bagi perekonomian nasional, khususnya berkaitan dengan investasi dan kegiatan di sektor riil," papar anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta, ketika dihubungi, Kamis (11/7/2013).
Pada pertengahan Juni 2013, Bank Indonesia telah menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen, dari sebelumnya 5,75 persen yang berlaku sejak Februari 2012. Kemudian, Kamis (11/7/2013), Bank Indonesia kembali menaikkan BI Rate sebesar 50 basis poin, menjadi 6,5 persen.
Dampak panjang bagi perekonomian nasional, papar Arif, berasal dari prinsip asimetris yang berlaku dalam ekonomi. Ketika Bank Indonesia menaikkan BI Rate, ujar dia, perbankan seketika menaikkan suku bunga kredit. Namun sebaliknya ketika BI Rate turun, lanjut Arif, tak serta-merta perbankan menurunkan suku bunga kredit.
"Perbankan akan melakukan proses wait and see yang cukup panjang (sebelum menurunkan kembali suku bunga kredit), sehingga akan merugikan perekonomian nasional khususnya sektor riil," jelas Arif.
Arif menduga, kenaikan BI Rate ini bertujuan mendorong kembali datangnya arus modal masuk (capital inflow), yang diharapkan akan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. "Namun, dalam kondisi yang tak menentu atau mengarah pada suasana krisis ekonomi, pasar dapat mengartikan naiknya BI Rate sebagai meningkatnya resiko, sehingga hasilnya akan kontraproduktif dengan tujuan menstabilkan nilai tukar itu sendiri," tutur dia.
Sementara untuk meredam lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, kata Arif, Pemerintah bisa menggunakan serangkaian kebijakan fiskal alih-alih menaikkan BI Rate. "Seperti dengan menaikkan pajak pada barang-barang non-tradable," paparnya.
Bila benar serangkaian kebijakan moneter Bank Indonesia yang dilakukan dua bulan terakhir adalah untuk menyerap dampak kenaikan harga BBM, Arif melihat ongkos yang dikeluarkan terlalu besar. Menurut dia, bisa jadi besarnya dana yang dipakai untuk "menghemat" subsidi BBM justru jauh lebih besar daripada nominal subsidi yang bisa dihemat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.