JAKARTA, KOMPAS -
PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi di Papua, menyampaikan rencana kerja sama dengan dua atau tiga investor yang bersedia melakukan investasi di industri pemurnian mineral.

Hal itu dikemukakan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto dan Komisaris PT Freeport Indonesia Marzuki Darusman saat bertemu dengan Menteri Perindustrian MS Hidayat di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (26/7). ”Kami laporkan kepada Menteri kemajuan yang sudah dicapai, rencana nota kesepahaman dengan pihak ketiga yang akan membangun smelter (instalasi pemurnian mineral), dan rencana kami melakukan studi kelayakan,” kata Rozik.

Kerja sama ini dimulai dengan nota kesepahaman yang sekarang dalam tahap penyelesaian. ”Pada Agustus akan ditandatangani nota kesepahaman dengan dua atau tiga perusahaan nasional,” ujar Hidayat.

Freeport sedang membuat studi kelayakan dengan konsultan yang dijadwalkan selesai enam bulan. ”Hasil studi kelayakan itu yang akan lebih memperjelas kapan dimulainya proyek ini. Saya tadi bilang, kalau bisa, tahun 2014 sudah bisa membangun smelter,” kata Hidayat.

Hidayat mengatakan, pembangunan industri pemurnian bersifat padat teknologi dan padat modal. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu industri pemurnian tidak kurang dari 1,5 miliar dollar AS.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa semua bahan mentah mineral dalam batas tahun 2014 harus dimurnikan atau dimasukkan dalam industri pengolahan di Indonesia.

Hidayat mengatakan, dalam pertemuan juga disinggung pula soal aturan divestasi. ”Itu adalah program yang sesuai dengan kontrak karya, dia akan melakukan divestasi paling tidak 25 persen,” kata Hidayat. Hidayat mengatakan, sekitar 10 persen sudah dipegang Pemerintah Indonesia.

”Freeport Indonesia dulu mengeluarkan 9,35 persen yang dibeli Indonesia oleh perusahaan swasta. Dalam proses berikutnya ternyata itu dijual lagi ke Freeport. Ini yang sekarang mau dikembalikan lagi ke Indonesia. Setelah itu dia akan melepas 5 persen saham dari Freeport induknya dan itu akan ditawarkan terbuka,” kata Hidayat.

Belanja PT Antam

Secara terpisah Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Tato Miraza menjelaskan, belanja modal PT Antam semester 1-2013 mencapai Rp 1,1 triliun. Dari total belanja modal itu, 76 persen untuk investasi pengembangan, 16 persen dibelanjakan untuk investasi rutin, dan sisanya untuk biaya ditangguhkan, terutama terkait kegiatan eksplorasi.

Pengeluaran investasi terbesar semester 1-2013 berasal dari investasi pengembangan untuk proyek perluasan pabrik feronikel di Pomalaa di Sulawesi Tenggara Rp 322 miliar dan proyek feronikel di Halmahera Timur Rp 200 miliar.

Untuk pengeluaran rutin, menurut Sekretaris Perusahaan PT Antam Tri Hartono, belanja modal terbesar digunakan di unit bisnis pertambangan emas Rp 105 miliar, unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia Rp 24 miliar, dan unit bisnis pengolahan dan pemurnian nikel di Sulawesi Tenggara Rp 17 miliar. (CAS/EVY)