Ekonom Asia Pacific Economic & Market Analysis, Citi Research Helmi Arman dalam risetnya yang dipublikasikan pada hari ini, Selasa (30/7/2013) menjelaskan bahwa meningkatnya biaya impor akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.
Hal ini karena sebagian besar bahan baku untuk industri di Indonesia dipenuhi dari impor, seperti halnya bahan bakar dan bahan industri non-bahan bakar.
"Mengingat keterbatasan kapasitas di industri dasar Indonesia, kenaikan harga impor bahan baku tidak akan mendorong terjadinya substitusi oleh produksi lokal," jelasnya.
Dampak lain dari pelemahan rupiah adalah semakin ketatnya kredit. Sebagaimana diketahui, pertumbuhan kredit menunjukkan perlambatan, menyusul terjadinya kontraksi . Selain itu, inflasi dan LDR mencapai titik rekor tertingginya, hal itu akan memaksa bank untuk memangkas penyaluran kredit.
"Utang valas oleh korporasi saat ini juga menjadi sorotan akibat pelemahan rupiah, meskipun dari analisis yang kami lakukan, hal itu tidak sampai pada level yang membahayakan," ungkapnya.
Bagi pelaku sektor riil, pelemahan rupiah juga akan menekan margin di sektor manufaktur. Berdasarkan data BPS 2011, Citi Research mengidentifikasi bahwa kinerja sektor tersebut cukup rentan terhadap pelemahan nilai tukar. Hal ini lantaran manufaktur sangat tergantung pada impor bahan baku, dan pasar ekspor yang rendah.
"Beberapa industri yang termasuk dalam kategori ini, misalnya kendaraan, baja, bahan kimia dan
farmasi manufaktur. Namun ada juga industri yang memiliki impor rendah konten, namun sebagian besar ekspor yang bisa mendapatkan keuntungan dari melemahnya mata uang, seperti minyak kelapa sawit, kertas, manufaktur furnitur," terangnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.