Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Bayar Nasabah Antaboga, Dirut Bank Mutiara Jadi Bulan-bulanan

Kompas.com - 02/10/2013, 15:05 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Bank Mutiara yang menolak membayar uang nasabah PT Antaboga Delta Sekuritas sebesar Rp 41 miliar membuat anggota Tim Pengawas (Timwas) Bank Century terkejut.

Direktur Bank Mutiara Sukoriyanto Saputro yang menyatakan hal itu dalam rapat bersama Timwas Century langsung dikecam, bahkan menjadi bulan-bulanan sejumlah anggota timwas yang hadir, Rabu (2/10/2013).

Anggota Timwas dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir mengaku terkejut dengan apa yang disampaikan Sukoriyanto. Menurutnya, bila penolakan Bank Mutiara itu dilandasi oleh rekomendasi dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja, maka itu sama dengan pelecehan kepada Mahkamah Agung dan Parlemen.

"Kalau ini betul dinyatakan KPK, maka sama dengan contempt of court dan contempt of parliament. Harus ada klarifikasi dari KPK," kata Munir.

Tak hanya Munir, anggota Timwas Century dari Fraksi PKS, Indra, juga meragukan ada rekomendasi kepada Bank Mutiara untuk tidak membayar uang nasabah Antaboga. Bila benar ada rekomendasi tersebut, Indra menilai KPK keliru. "Kalau KPK independen, bisa selesai (skandal Century). Oknum itu (Adnan Pandu Praja) ngaco dan harus mengundurkan diri," tandasnya.

Sebelumnya, Sukoriyanto mengatakan bahwa rekomendasi dari KPK agar Bank Mutiara tidak membayar nasabah Antaboga dilontarkan oleh Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. Menurut Adnan, kasus Bank Mutiara serupa dengan kasus yang menimpa Menteri BUMN Dahlan Iskan saat menyelamatkan PLN dan dinilai oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai tindakan yang keliru.

Saat diminta menjelaskan lebih detail, Sukoriyanto mendadak memberi pernyataan yang berbeda. Menurutnya, rekomendasi KPK itu berlaku untuk 6 kasus antaboga. Lebih jauh, ketika berkonsultasi dengan KPK, Sukoriyanto mengaku tak ikut serta dan diwakili oleh tim kuasa hukum Bank Mutiara.

Konsultasi dengan KPK sengaja dilakukan agar Bank Mutiara mendapatkan dasar hukum terkait penyelesaian pembayaran nasabah Antaboga. "Kalau tidak hadir jangan bicara di sini, tidak mungkin KPK bertentangan dengan (keputusan) MA," kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang memimpin jalannya rapat.

Tak sampai di situ, Pramono terus mencecar Dirut Bank Mutiara dan menudingnya tak memahami persoalan. Menurutnya, timwas lebih baik mengorek keterangan langsung dari tim kuasa hukum Bank Mutiara. "Pak Dirut tidak memahami dan menguasai persoalan. Kami minta tim hukum yang memberikan penjelasan agar tidak ada yang salah," kata Pramono.

Selanjutnya, Indra kembali mencecar Dirut Bank Mutiara tersebut. Ia geram karena Sukoriyanto memberi keterangan yang berubah-ubah. Indra curiga tim kuasa hukum Bank Mutiara sengaja ingin membenturkan keputusan Mahkamah Agung (MA), dengan rekomendasi KPK. "Kita tidak bisa lanjut ini opini okum KPK, saya curiga, saya tidak yakin KPK ngomong (beri rekomendasi), ini jangan-jangan tim hukum legal bias, KPK diadu-adu dengan MA," ujarnya.

Sukoriyanto mencoba membela diri dan menyampaikan penjelasannya. Ia meminta proses hukum yang berjalan dihormati, karena Bank Mutiara tak ingin begitu saja memenuhi putusan MA untuk membayar uang nasabah Antaboga sebesar Rp 41 miliar. "Hormati proses hukum, masing-masing pihak diberi hak untuk memilih haknya," ujar Sukoriyanto.

Namun, pernyataan Sukoriyanto sontak memancing reaksi keras dari anggota Timwas Century asal Fraksi PAN, Chandra Tirta Wijaya. Ia meminta Dirut Bank Mutiara tak terus mengelak dan segera menyelesaikan kewajibannya membayar uang nasabah. "Kapan mau bayar? Dari pada bertele-tele, usir Dirut (Bank) Mutiara," kata Chandra.

Di akhir rapat, Timwas Century menyimpulkan bahwa DPR tetap mendesak Bank Mutiara untuk tetap membayar kewajibannya sesuai dengan keputusan MA. Keputusan MA dianggap telah berkekuatan hukum tetap dan kekhawatiran Bank Mutiara tidak dibenarkan.

"Dewan tetap mendesak untuk membayar nasabah, tapi kalau Bank Mutiara masih menunggu ekseskusi, kita akan melakukan pengawasan terhadap eksekusi yang sudah hampir setahun," pungkas Pramono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com