Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Sentral Ternyata "Trader" Emas yang Buruk

Kompas.com - 07/10/2013, 08:30 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com — Pimpinan Federal Reserve, Ben S Bernanke, saat ini mengaku bingung dengan pergerakan harga emas. Menurutnya, jika saja dia dan rekan-rekan satu timnya memperhatikan dengan saksama pergerakan emas, maka mereka kemungkinan akan menghentikan penambahan cadangan emas yang saat ini nilainya sudah terpangkas 545 miliar dollar AS sejak mendaki tinggi pada 2011 lalu.

Sebenarnya, Bernanke sudah mengungkapkan keheranannya mengenai harga emas pada Juli lalu di hadapan Komite Perbankan Senat. Pada waktu itu, dia bilang, "Tidak ada satu pun yang mengerti pergerakan harga emas dan saya tidak berpura-pura untuk mengerti pula akan hal itu."

Menurut estimasi World Gold Council yang berbasis di London, bank sentral dunia akan menambah cadangan emas mereka sekitar 350 ton dengan nilai setara 15 miliar dollar AS tahun ini. Pada 2012 lalu, pembelian emas bank sentral mencapai 535 ton, terbesar sejak 1964.

Data yang sama menunjukkan, bank sentral Rusia merupakan pembeli emas terbesar dengan mencatatkan kenaikan cadangan emas sebesar 20 persen sejak harga si kuning mentereng mencapai rekor tertinggi di level 1.921,15 dollar AS per troy ounce pada September 2011. Sejak saat itu, harga emas sudah anjlok 31 persen.

Pada saat bank sentral membeli emas, sebaliknya, investor malah kehilangan kepercayaan terhadap logam tersebut sebagai nilai investasi. Menurut John Paulson, hedge fund manager, penurunan nilai emas pada exchange-traded products mencapai 43 persen atau setara dengan 60,4 miliar dollar AS tahun ini.

Penurunan harga emas juga mendorong miliarder investor George Soros untuk menjual emas berbasis ETP miliknya tahun ini. Selain itu, para perusahaan tambang mencatatkan penurunan nilai aset mereka setidaknya 26 miliar dollar AS tahun ini.

Penurunan terburuk

Harga emas, yang memasuki pasar bearish (tren turun) pada April, sudah turun 21 persen menjadi 1.316,28 dollar AS per troy ounce di London pada tahun ini per 4 Oktober. Ini merupakan penurunan terbesar sejak 1981 silam. Sebelumnya, harga emas sudah naik enam kali lipat setelah reli selama 12 tahun berturut-turut hingga 2012. Kenaikan harga emas bahkan mengalahkan kenaikan indeks MSCI All Country World Index yang hanya mencatat kenaikan 17 persen pada periode yang sama.

Para penentu kebijakan, dalam hal ini bank sentral, sering salah dalam mengambil keputusan investasi emas yakni dengan membeli di harga tinggi dan menjual di harga rendah. Terbukti, bank sentral memangkas cadangan emas saat harganya menyentuh level terendah dalam 20 tahun terakhir pada 1999. Padahal, harga emas naik berkali-kali lipat pada sembilan tahun berikutnya. Belakangan, saat harga emas menyentuh level tertingginya pada 2011, bank sentral dunia menjadi salah satu pembeli terbesar emas.

"Bank sentral memiliki kebiasaan membeli saat Anda seharusnya menjual, serta menjual saat Anda seharusnya membeli," ucap Michael Strauss, Chief Investment Strategist and Chief Economist Commonfund Group di Wilton, Connecticut.

Dia menambahkan, pasar emas akan menjadi sangat sulit dan terkadang harga emas dipengaruhi oleh emosi ketimbang faktor fundamental. "Bank sentral itu contoh trader emas yang buruk," tambahnya. (Barratut Taqiyyah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Whats New
Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Whats New
Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Whats New
Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Whats New
Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Whats New
Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Whats New
Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Whats New
IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

Whats New
Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Tingginya Inflasi Medis Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Whats New
Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Tutup Pabrik, Bata Akui Kesulitan Hadapi Perubahan Perilaku Belanja Konsumen

Whats New
Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com