Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Lindungi Petani, Pemerintah Dinilai Terlalu Takut kepada WTO

Kompas.com - 14/10/2013, 13:53 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah dinilai terlalu takut untuk melindungi kepentingan petani lokal. Indikasinya yakni tarif bea masuk importasi kedelai diobral bebas 0 persen.

Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS), Tejo Wahyu Jatmiko, menilai, pengenaan bea masuk importasi kedelai sebetulnya dapat membuat kedelai petani lokal menjadi semakin kompetitif.

Sayangnya, selama ini pemerintah dinilai tak kreatif melindungi petani sehingga memilih menihilkan bea masuk dengan dalih trade off.

"Saya pikir itu tadi harus ada perlindungan. Produsen Brasil, Argentina, itu berani menentukan bea masuk 14-16 persen, itu enggak masalah juga. Dan itu bisa membuat kedelai kita jauh lebih kompetitif," kata Tejo kepada Kompas.com, Senin (14/10/2013).

Menurut Tejo, produk pertanian yang berkaitan erat dengan upaya pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) serta yang berkait dengan hajat hidup orang banyak cukup sebagai modal untuk melakukan negosiasi ulang.

"Jangan pernah takut. Paling-paling di-sue (dituntut) di WTO, dan itu butuh waktu panjang. Ketakukan kita, kita akan dibalas. Kalau kita tidak kreatif, kan kita masih bisa impor dari negara lain," lanjut dia.

Sebelumnya, peneliti sosial agro ekonomi dari Kementerian Pertanian, Erna Maria Lokollo, kepada Kompas.com mengatakan sebetulnya pemerintah bisa bermain "cantik" untuk melindungi petani lokal.

Sayangnya, rekomendasi dari para peneliti tersebut seolah hanya sekadar masukan. Hal itu lantaran pengambilan keputusan tata niaga tidak melibatkan para pemberi rekomendasi. Berkaca dari hasil kajiannya pada 2007, tarif bea masuk importasi kedelai diperhitungkan sebesar 22,3 persen.

Dengan tarif impor optimum tersebut petani memperoleh keuntungan 25 persen. Itu dengan asumsi biaya pokok produksi Rp 3.359,2 per kg. Ditanya perihal tarif impor optimum untuk 2013 dan tahun mendatang, Tejo mengatakan masih di kisaran rekomendasi dari Erna dan kawan-kawan, yakni di antara 20-25 persen.

"Kalau enggak siap (free trade) ya bilang enggak siap. AS aja berikan subsidi kok. Saya tidak tahu logikanya, kita nurut. Harusnya negosiasi dulu, minimal kita enggak dapat 20 persen ya 10 persen, tidak serta merta dinolkan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com