Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karen Agustiawan: "We’ve Gone So Far"

Kompas.com - 20/10/2013, 13:19 WIB


Oleh: EVY RACHMAWATI dan NUR HIDAYATI
KOMPAS.com -
Sepekan lalu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan diumumkan merebut posisi ke-6 dalam jajaran 50 wanita paling kuat di dunia bisnis versi majalah ”Fortune Global”. Penghargaan di tengah sorotan isu yang belum selesai tentang Pertamina.Karen dinilai berhasil mengelola Pertamina dengan pendapatan 70 miliar dollar AS dan laba bersih 2,7 miliar AS menyabet peringkat 122 pada ”Fortune Global 500”. Pertumbuhan laba bersih sebesar 15 persen sejauh ini merupakan pencapaian tertinggi dalam sejarah Pertamina.

Pertamina menembus jajaran perusahaan dengan kinerja terbaik versi majalah bisnis terkemuka itu karena dinilai mampu mencapai tingkat pertumbuhan berkelanjutan. Penilaian juga didasarkan pada kinerja keuangan serta aspek manajemen kesehatan, keselamatan, keamanan, dan pengelolaan lingkungan.

Pertamina adalah badan usaha milik negara yang sempat dilekati intervensi dan muatan politik, terbelit utang luar negeri, serta dibayangi isu korupsi dan kolusi. Karen diharapkan membawa Pertamina ke era yang baru.

Pada Maret 2013, masa jabatan Karen sebagai Direktur Utama Pertamina diperpanjang. Ketika pertama dilantik pada Februari 2009, ia menegaskan, tak akan bertoleransi dengan segala bentuk intervensi.

Sudah berhasilkah menjaga Pertamina dari intervensi?

Iya. Kalau enggak, governance Pertamina tidak akan naik. Sebenarnya kalau kita bicara pada siapa pun yang akan intervensi dengan justifikasi kuat, pasti mundur sendiri. Ada harga yang harus dibayar dengan Pertamina masuk ”Fortune 500”. Kita tidak bisa lagi bisnis rugi. Walaupun bukan perusahaan publik, sekarang semua mata mengawasi mau ke mana Pertamina. Saya kira pantauan seperti ini bagus. Saya punya banyak watch dog.

Apakah banyak tekanan?

Satu-satunya dirut BUMN yang enggak tambah tua cuma Dirut Pertamina lho. Berarti saya enggak merasa tertekan. Mungkin orang lain yang tertekan dengan saya, tetapi saya enggak ngerti.

Pertamina punya banyak lapangan migas, tetapi pengembangannya tidak optimal?

Saya setuju. Sebetulnya di hulu, banyak cadangan migas C2 (cadangan potensial), hanya saja cadangan itu sampai sekarang belum jadi P1 (cadangan terbukti). Ini karena di Pertamina hanya ada bagian eksplorasi, lalu langsung bagian produksi. Bagian pengembangan kosong. Padahal, dari C2 ke P1 harus ada proses pengembangan. Di perusahaan asing, pengembangan sangat kuat.

Sekarang kita mulai menggarap bagian pengembangan. Bagian ini akan memilah mana aset yang bisa cepat diproduksi dengan infrastruktur termurah dan yield (imbal hasil investasi) tercepat. Saya tantang anak-anak perusahaan untuk pilih cadangan potensial yang siap dikembangkan. Arus modal kita terbatas. Jadi, cadangan potensial yang punya risiko akan dikerjasamakan dengan pihak lain.

Saat ini mayoritas lapangan migas di sini dikelola asing. Bagaimana peran Pertamina?

Pertamina mengambil alih ONWJ (Blok Offshore North West Java) dari BP saat produksinya sudah turun. Blok WMO (Blok West Madura Offshore) bahkan sudah ditinggalkan kontraktornya sebelum kontrak berakhir. Waktu platform (anjungan) turun di ONWJ, kami bisa mengangkat tiga platform-nya. Ini pertama di dunia, apa yang kurang (kemampuan mengelola lapangan migas).

Saya mengakui, di sana-sini belum optimal, tetapi tolong obyektif menilai Pertamina, we’ve gone so far. Masalahnya, apakah ada keinginan membangun NOC (perusahaan migas milik negara).

Tetapi, kemampuan Pertamina mengelola Blok Mahakam masih diragukan?

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com