Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha: Tim Ekonomi SBY Penakut

Kompas.com - 02/11/2013, 18:54 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riza Suarga mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah radikal untuk membenahi fundamental ekonomi Indonesia. Namun, yang terjadi saat ini pemerintah justru takut mengambil langkah radikal menjelang pelaksanaan pemilihan umum.

Riza mengatakan, pembenahan fundamental ekonomi itu dapat dilakukan dengan mulai memperbaiki nilai tukar rupiah. Hal itu perlu karena nilai tukar rupiah terus merosot. Pada 1998, kurs dollar AS setara dengan Rp 2.500 dan kini merosot menjadi Rp 11.000 per dollar AS.

"Konkretnya untuk membenahi fundamental ekonomi, jelas nilai tukar. Tapi sekarang ini kan tim ekonomi pemerintah itu tim ekonomi penakut," kata Riza seusai diskusi soal polemik upah minimum provinsi, Sabtu (2/11/2013) di Jakarta.

Riza mengatakan, keterpurukan itu bukan serta-merta kesalahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut dia, hal yang sama juga terjadi pada masa sebelumnya. meski demikian, Riza menyatakan bahwa formula pembenahan ekonomi saat ini tidak relevan lagi.

Menurut Riza, keterpurukan nilai tukar rupiah itu antara lain akibat pemerintah mengikuti saran International Monetary Fund (IMF) untuk mengeluarkan kebijakan devisa bebas. Sejak pemberlakukan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, penggunaan mata uang rupiah justru tersisihkan. Sebagian besar sektor ekonomi, seperti industri pertambangan, perhotelan, dan jasa keuangan, justru menggunakan dollar AS sebagai sistem pembayaran. Begitu juga dengan ekspor barang-barang yang harus mampir di Singapura.

Menurut Riza, hal itu justru memberikan keuntungan lebih pada asing. Ia membandingkan kebijakan ekonomi di Indonesia dengan India, di mana kedua negara itu tercatat memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi nilai tukar uangnya sama-sama terpuruk. India yang sebelumnya sama-sama terpuruk 20 persen atas dollar AS, seperti Indonesia. Namun, India kini sudah rebound menjadi di bawah 10 persen karena kebijakan semikontrol devisa.

"Sekarang rupee itu rebound, terpuruk enggak sampai 10 persen. Indonesia tetap. Kapan kita balik lagi, apa masalahnya? Saya enggak melihat ada masalah pertumbuhan ekonomi, tapi kenapa rupiah sempoyongan," ujarnya.

Akibat rupiah yang belum menguat, impor barang pemenuhan kebutuhan, seperti bahan bakar minyak (BBM), menjadi mahal. Hal itu menyebabkan harga barang-barang lain turut terkerek naik.

Untuk itu, Riza mendesak agar pemerintah mengambil langkah yang lebih jelas dan bukan sekadar mencari aman. "Saya tahu ini mau pemilu. Kalau ambil langkah radikal, yang extraordinary suka takut salah. Akhirnya kebiasaan cari aman, yang dikorbankan rakyat,” ujarnya.

Mengenai tuntutan kenaikan upah minimum provinsi, Riza menilai bahwa UMP hanyalah ekses mikro dari kegagalan pemerintah dalam membenahi fundamental ekonomi. Menurut dia, masalah itu tidak akan terulang setiap tahun jika pemerintah berhasil memperbaiki nilai tukar uang, sehingga inflasi bisa terkendali dan daya beli buruh terjamin.

"Kita ini kan selalu takut-takut terus. Lima belas tahun kebijakan fundamental ekonomi yang keliru. Itu yang harus diluruskan. Persoalan ini ngikut semua. UMP itu hanya turunan dari persoalan fundamental yang riil," kata Riza.

Riza menyayangkan adanya pernyataan tentang nilai tukar rupiah sebesar Rp 11.000 per dollar AS sebagai ekuilibirum baru. Ia berpendapat pemerintah seharusnya bisa menentukan kebijakan ekonomi yang bisa mengembalikan nilai tukar rupiah minimal menjadi Rp 9.000 per dollar AS. Dengan demikian, asumsi APBN tak terganggu, begitu juga dengan asumsi subsidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com