Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Akan Hati-hati Revisi DNI

Kompas.com - 13/11/2013, 12:22 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan berhati-hati terkait rencana penerbitan revisi daftar negatif investasi (DNI). Presiden tetap akan mengutamakan kepentingan nasional dan mengikuti peraturan perundang-undangan.

Hal itu dikatakan Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Firmanzah di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/11/2013).

"Tentunya pertimbangan akan dilakukan secara cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan sejumlah aspek. Pertama, penutupan dan pembukaan bersyarat itu harus mengikuti ketentuan perundang-undangan sektoral yang ada. Kedua, terkait dengan kepentingan nasional akan terus dikedepankan Bapak Presiden," kata Firmanzah.

Firmanzah mengatakan, hingga saat ini belum ada pembicaraan resmi dengan Presiden perihal usulan revisi DNI dari sejumlah kementerian. Nantinya, kata dia, pemerintah akan melakukan penguatan terhadap investor dan pengusaha lokal.

"Sektor-sekor yang memang kalaupun direlaksasi tentunya dengan pertimbangan yang sangat cermat dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan. Akan dipertimbangkan urgensitas investasi yang kita butuhkan," kata Firmanzah.

Firmanzah menambahkan, ada dua kebijakan di pemerintah pusat. Pertama, melindungi pengusaha lokal dengan memberikan sejumlah proteksi seperti membuat tarif impor dan sistem kuota impor. Kebijakan itu untuk memberikan kesempatan pengusaha dan industri lokal lebih berdaya saing.

Kedua, tambah dia, kebijakan yang lebih mengarah pada harga yang lebih terjangkau. Caranya dengan menjamin pasokan tersedia di pasar. Ketika pasokan tidak cukup, kata dia, maka impor dibuka.

"Kalau tidak harga akan meningkat sangat tajam dan konsumen akan gulung tikar. Jadi kebijakan pemerintah selalu mempertimbangkan dua hal itu. Dari aspek perusahaan domestik, pengusaha lokal tidak membahayakan dan juga tidak mengorbankan harga yang diterima konsumen," pungkasnya.

Seperti diberitakan, inti dari rencana revisi DNI adalah pembukaan akses baru dan perluasan akses yang sudah ada bagi investor asing di sejumlah bidang. Tekadnya adalah meningkatkan investasi. Namun, di sisi lain, dominasi asing atas perekonomian Indonesia akan menguat.

Dari hasil rapat sementara, lima bidang usaha yang sebelumnya tertutup bagi investor asing akan dibuka. Bidang usaha di bandara, pelabuhan, dan jasa kebandarudaraan akan dibuka akses kepemilikan modal asingnya sampai 100 persen. Ini bukan pada asetnya, melainkan pada pengelolaanya.

Di bidang usaha lainnya adalah terminal darat dan terminal barang. Dari yang sebelumnya tertutup untuk investasi asing, kepemilikan modalnya akan dibuka sampai 49 persen.

Sementara ada sekitar sepuluh bidang usaha yang selama ini telah dibuka aksesnya akan diperluas skalanya. Hal itu misalnya pariwisata alam, dari kepemilikan saham asing maksimal 49 persen menjadi maksimal 70 persen. Telekomunikasi jaringan tertutup dari 49 persen menjadi 65 persen. Farmasi dari 75 persen menjadi 85 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com