Direktur Komersial dan Restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia, Budiman Saleh mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan metal, industri dalam negeri seperti PT Inalum tidak memproduksi aluminium aloy yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pesawat dan juga alut sista.
"Industri karet di Indonesia juga bagus tapi yang diuji dan tersertifikasi untuk komponen pesawat belum ada. Jadi praktis 100 persen impor," kata dia di kantor PT DI, Bandung, Jumat (14/2/2014).
Lebih lanjut ia menjelaskan, komponen bahan baku impor tersebut 60 persen dari nilai kontrak. Untuk perbandingan, sepanjang 2013, kontrak PTDI tercatat Rp 10,8 triliun. Artinya, sepanjang tahun 2013 PTDI merogoh Rp 6,48 triliun.
Metal dan karet untuk keperluan ini masuk lewat kawasan berikat. Karenanya, bahan baku tidak dikenai bea masuk setelah pesawat pesanan luar negeri dikirimkan.
Sementara itu untuk konsumen dalam negeri pun tergantung pemesannya. Pesanan dari Kementerian Pertahanan (Kemhan), juga TNI/Polri, bahan bakunya tidak dikenai bea masuk. Untuk swasta (commuter airlines) juga tidak dikenai bea masuk.
Sekadar informasi, sampai saat ini PTDI telah memproduksi 309 unit pesawat terbang, terdiri dari N235 (62 unit), CN212-110 dan CN212-400 (110 unit) BO125 (115), serta puma dan superpuma (22 unit). Untuk jenis Puma, PTDI tak lagi memproduksi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.