Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirjen Pajak: AS Saja Kewalahan soal Pajak Bisnis "Online", Apalagi Kita

Kompas.com - 11/03/2014, 21:14 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Transaksi online yang kini diatur dalam Undang-Undang Perdagangan menyimpan potensi besar penerimaan pajak. Hingga saat ini, pemerintah masih merumuskan besaran pajak transaksi online.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany menyatakan, Direktorat Jenderal Pajak saat ini sudah membentuk tim e-trading atau tim e-commerce. Beberapa waktu lalu, tim tersebut telah melaporkan perkembangan pajak online. Namun, menurut Fuad, masih saja ada kekurangan di sana-sini.

"Ini kan hi-tech. Amerika saja kewalahan, apalagi kita. Makanya ini kita perlu expertise IT juga karena kebanyakan orang pajak itu akuntan," kata Fuad, dijumpai di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (11/3/2014).

Pajak yang akan dikenakan dalam transaksi online, lanjut Fuad, harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, apakah barang yang diperjualbelikan memang sudah dikirimkan atau baru sekadar pemesanan. Kedua, bagaimana dengan pengiriman barang atau jasa. Ketiga, bagaimana jaminan hak-hak konsumen hingga barang yang diterima sesuai dengan yang dipesan.

Fuad mengatakan, meski bisnis online terus bergeliat, ia melihat pergerakannya kini kian melambat. Hal itu disebabkan banyaknya kasus penipuan dari aktivitas transaksi online.

Meski demikian, ia mengaku akan terus menyempurnakan aturan pajak transaksi online. "Lo kan jagoan (semua). Gua sekarang mau belajar dulu. Anak muda lebih jago, gua gaptek. Ha-ha-ha," kelakarnya kepada para wartawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com