"Kebutuhan energi sangat krusial untuk memelihara stabilitas makroekonomi. Kalau tidak ada kebijakan untuk menanggulangi masalah energi, kita akan jadi net importer," kata Destry di Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Destry mengatakan, saat ini defisit neraca perdagangan dari sisi migas terbilang besar, bahkan besaran defisit pada tahun 2013 lebih besar dibandingkan defisit tahun 2012. Padahal sebelumnya, neraca perdagangan sektor migas selalu surplus.
"Ini yang menyebabkan defisit transaksi berjalan dan ketidakstabilan makroekonomi. Dengan demikian, anggaran belanja pemerintah pun juga ikut naik karena kebutuhan energi, khususnya minyak yang masih sangat besar," ujar dia.
Lebih lanjut, Destry berpendapat subsidi BBM sebesar Rp 300 triliun sangat berat untuk APBN. Ia membandingkan persentase APBN untuk infrastruktur hanya 13 persen, sementara untuk subsidi BBM sebesar 18 persen. "Ini kan tidak efisien secara ekonomi," kata dia.
Neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari 2014 mencatat defisit sebesar 0,43 miliar dollar AS disebabkan defisit sektor migas yang besar. Defisit nilai perdagangan Indonesia lebih disebabkan besarnya defisit sektor migas, yaitu 1,06 miliar dollar AS.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.