Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Bantah Kenaikan IHSG karena "Jokowi Effect"

Kompas.com - 14/04/2014, 11:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Menguatnya ekonomi Indonesia akhir-akhir ini, yang ditandai dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah, sama sekali tidak terkait dengan sentimen pelaku pasar terhadap sosok calon presiden (Capres) tertentu yang diusung partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu). Namun lebih disebabkan oleh semakin kuatnya fundamental ekonomi Indonesia sebagai buah dari rangkaian paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah.

Demikian disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, menanggapi pandangan berbagai kalangan yang menghubungkan tampilnya sosok capres dari partai tertentu sebagai penyebab penguatan ekonomi di Indonesia pada akhir-akhir ini.

Seperti dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Senin (14/4/2014), Firmanzah mengemukakan, para pelaku ekonomi merupakan aktor-rasional yang terus mendasarkan keputusan cost-benefit berdasar pada hal-hal yang bersifat fundamental.

“Karena itu, ketika fundamental ekonomi suatu negara memburuk, perekayasaan sentimen di pasar tidak akan efektif untuk misalnya meyakinkan investor untuk berinvestasi baik di pasar modal maupun sektor riil,” jelasnya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, mengaku  khusus di pasar modal dan pasar keuangan, sensitivitas terhadap sentimen relatif tinggi bila dibandingkan dengan di sektor riil. Namun ia mengingatkan, kalau dilihat dalam spektrum lebih panjang, pergerakan kinerja pasar modal dan keuangan akan berjalan searah dengan pergerakan fundamental ekonomi.

Firmanzah lantas menunjuk contoh, pada semester-II 2013, ketika isu pengurangan stimulus moneter ke-III (quantitative easing III) disampaikan oleh The Fed ditambah dengan ketidakseimbangan antara ekspor-impor nasional membuat sentiment capital-outflow meningkat. Hasilnya, IHSG dan nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah.

Namun ketika Indonesia mampu memperbaiki aspek fundamental ekonomi seperti menjinakkan pergerakan inflasi, membuat surplus neraca perdagangan, meningkatkan cadangan devisa dan menjaga realisasi pertumbuhan ekonomi pada akhir 2013, maka terjadi trend positif pada IHSG dan pergerakan nilai tukar rupiah di kuartal-I 2014.

“Artinya, meskipun tergoncang dalan jangka pendek, dalam jangka menengah dan panjang pasar akan membangun sentimen positif berdasarkan trend penguatan fundamental ekonomi nasional,” ucap Firmanzah.

Firmanzah mengaku, bisa saja gerakan naik-turunnya IHSG dan nilai tukar dipengaruhi sesaat oleh sebuah peristiwa, namun ia berkeyakinan pasar akan melihat kembali hal-hal yang bersifat fundamental ekonomi.

Sebagai contoh, Firmanzah menunjukkan, pasca pengumuman hasil quick count, IHSG pada penutupan Kamis (10/4/13) turun sebesar 3,16 persen atau 115,68 poin dan berada pada level 4.765,73. Namun keesokan harinya, IHSG menguat sejak pembukaan pasar dan ditutup menguat 1,07 persen menjadi 4.816,58, dan diperkirakan IHSG akan reli dengan trend menguat sepanjang minggu ini dan dapat menyentuh level 4.900.

“Jadi, terlepas dari sejumlah klaim capres akan membaiknya IHSG dan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini, hal yang tidak dapat dipungkiri adalah semakin kuatnya fundamental ekonomi Indonesia-lah yang membuat pergerakan trend positif sejak awal tahun 2014 di pasar keuangan,” kata Firmanzah.

Sebelumnya, Joko Widodo yang diusung sebagai bakal calon presiden PDI Perjuangan, disebut-sebut mempengaruhi ekonomi Indonesia, khususnya pasar finansial alias "Jokowi Effect". Hal ini terlihat saat ia umumkan sebagai capres PDI-P 14 Maret lalu, dimana IHSG langsung melonjak hingga 152 poin menembus level 4.800, dan rupiah pun menguat ke kisaran 11.200 per dollar AS. (Baca: Jokowi: Saya Akan Sering ke Bursa biar Indeks Naik)

Sementara pasca hasil quick count sejumlah lembaga survei yang menunjukkan suara PDI-P tidak berhasil menembus 20 persen, pasar langsung meresponnya dengan anjloknya IHSG dan nilai tukar rupiah. Meski berada di urutan pertama, suara hasil sementara hitung cepat PDI P tersebut dinilai tidak sesuai harapan sebelumnya yang disebut-disebut bisa mencapai 27 persen. (Baca juga: Jika Jokowi Tak Maju Capres, Pasar Semakin Terpuruk)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com