JAKARTA, KOMPAS.com  -
Industri tekstil Vietnam yang baru mulai berkembang tahun 2000 saat ini sudah menyalip Indonesia yang industri tekstilnya tumbuh sejak tahun 1980.

”Dari total nilai perdagangan tekstil dunia yang hampir 711 miliar dollar AS, Indonesia sekarang hanya mampu menguasai 1,8 persen pangsa pasar,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat Usman, di Jakarta, Senin (14/4/2014).

Sebagai perbandingan, Vietnam sudah mampu menguasai 3,3 persen pangsa pasar tekstil dunia. Pada tahun 2000, ekspor tekstil Vietnam ke AS berada di posisi ke-82, sedangkan Indonesia di peringkat ke-6.

Saat ini, kata Ade, ekspor tekstil Indonesia ke AS masih berada di urutan keenam, sedangkan Vietnam melejit di urutan ketiga.

Peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 2,8 persen tidak signifikan dibandingkan pencapaian Vietnam. ”Vietnam, Malaysia, dan Brunei sudah masuk Trans-Pacific Partnership (TPP) yang sebagai lokomotifnya adalah AS,” kata Ade.

Tujuan pasar utama tekstil terutama masih ke AS. Dengan demikian, Vietnam yang masuk TPP berhasil mendapatkan keistimewaan tarif masuk ke AS.

Indonesia karena tidak masuk TPP harus membayar bea masuk 12 persen-31 persen bergantung pada produknya. Negara yang masuk TPP mendapat pengurangan 5 persen-12 persen. ”Tentu di situ produk kita tidak bisa berdaya saing di AS,” kata Ade.

Vietnam juga sudah mulai berunding dengan Uni Eropa, sedangkan Indonesia belum juga melakukannya. ”Kita ketinggalan langkah terus dengan Vietnam dalam diplomasi,” kata Ade.

Menurut dia, hal ini karena perdagangan dengan AS dan Uni Eropa lebih banyak bersifat komplementer dibandingkan bersifat kompetisi antara satu dan lainnya.

”Kalau perdagangan bebas dengan Tiongkok lebih banyak kompetisi karena produknya sama. Akibatnya, Indonesia lebih banyak dibanjiri produk Tiongkok dibandingkan sebaliknya,” ujar Ade.

Kepala Subbidang Industri Pakaian Jadi dan Lainnya, Direktorat Industri Tekstil dan Aneka, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Elis Masitoh mengatakan, secara umum TPP sangat perlu untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia.

”AS adalah pasar utama produk TPT Indonesia sehingga untuk sektor industri ini TPP sangat diharapkan,” kata Elis.

Namun, Elis mengatakan bahwa pintu masuk untuk perundingan terkait TPP ada di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kemenperin sebagai kementerian teknis menunggu Kemendag menegosiasikan soal TPP.

”Begitu pintu masuk membuka, kami dari kementerian teknis akan menyiapkan bahan- bahan untuk perundingan. Namun, itu semua bergantung pada pintu masuk, yakni Kemendag,” kata Elis. (CAS)